Wednesday, November 29, 2006

Pentingnya Sabar di Dalam Berdakwah

Pentingnya Sabar di Dalam Berdakwah


Sabar di dalam berdakwah memiliki peran amat penting dan sebagai kewajiban bagi seorang da’i. Sabar, secara umum merupakan kewajiban bagi setiap muslim, namun bagi seo-rang da’i, ia lebih dan sangat ditekan-kan. Oleh karena itu, Allah memerin-tahkan kepada pemimpin para da’i dan teladan mereka, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam untuk bersikap sabar, Dia berfirman, “Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan”. (QS. 16:127-128)


Di dalam ayat yang lain disebut-kan,“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.(Qs. Al-Ahqaaf: 35) Juga firman-Nya yang lain, artinya, “Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap mereka.” (QS. 6: 34) Jika Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam saja, yang beliau adalah manusia paling mulia, penghulu Bani Adam masih diperintahkan untuk bersabar, maka bagaimana lagi dengan kita? Allah Subhannahu wa Ta’ala telah menjelaskan kepada kita semua, bahwa kehidupan ini penuh dengan ujian dan cobaan. Salah satu hikmah diturunkannya cobaan dan ujian adalah agar diketahuai mana orang yang jujur dan yang dusta, mana yang benar-benar mukmin dan yang munafik, mana yang bersabar dan mana yang tidak. Seorang da’i membutuhkan kesabaran yang ekstra kuat, hal ini karena keberadaan seorang da’i lain dengan masyarakat pada umumnya. Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah memberitahukan, bahwa semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, maka semakin berat ujian yang dihadapi, beliau bersabda, “Orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian yang semisal mereka, lalu yang semisal mereka. Seseorang diberi ujian berdasarkan tingkatnya dalam beragama.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan al-Hakim. Dihasankan oleh al-Albani) Maka kesabaran bagi seorang da’i amatlah penting, di antara pentingnya kesabaran di dalam berdakwah adalah sebagai berikut: 1. Sabar di dalam Berdakwah Ibarat Kepala bagi Badan
Dapat dikatakan, bahwa tidak ada dakwah yang tanpa kesabaran, sebagai-mana tidak ada badan yang tanpa kepala. Jika kepala lepas dari badan, maka itu artinya kematian. Oleh karena itu, Iman Ibnu Qayim mengatakan, ”Kedudukan sabar terhadap iman, ibarat kedudukan kepala terhadap badan. Maka tidak ada iman bagi orang yang tidak punya kesabaran, sebagaimana jasad juga tak berarti tanpa adanya kepala.” Jika dalam keimanan yang sifatnya masih individual dibutuhkan kesabar-an, maka dalam dakwah yang skupnya lebih luas dan kompleks sudah barang tentu sangat lebih dibutuhkan lagi. 2. Sabar Merupakan Salah Satu Empat Rukun Kebahagiaan.
Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta’ala, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. 103:1-3) 3. Sabar Termasuk Akhlak Paling Agung.
Kesabaran merupakan akhlak yang dibutuhkan oleh setiap muslim secara umum dan lebih khusus para da’i.

Para ulama telah banyak menying-gung masalah pentingnya sabar dalam banyak risalah dan karya mereka. 4. Sabar Termasuk Perkara Paling Penting. 5. Sabar Merupakan Pendekatan Diri kepada Allah yang Utama
Di dalam al-Qur’an disebutkan, bahwa hanya kesabaranlah yang akan dibalas oleh Allah dengan pahala yang tidak terhitung. Hal ini menunjukkan, bahwa ia merupakan amal yang sangat utama dan tinggi kedudukannya. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas.” (QS. 39:10 6. Kesabaran Meringankan Penderitaan
Setiap muslim dan terutama para da’i pasti menghadapi tantangan dalam hidupnya, karena seorang da’i menga-jak manusia untuk meninggalkan hawa nafsu dan syahwat yang dibenci oleh Allah, tunduk terhadap perintah-Nya, berhati-hati terhadap batasan-batasan-Nya serta menjalankan apa yang disyariatkan oleh-Nya. Maka orang-orang yang berseberangan dengan dakwahnya, pasti akan memusuhi dengan segenap tenaga bahkan bila perlu dengan angkat senjata. Menghadapi rintangan semacam ini seorang da’i mau tidak mau harus me-megang kayakinan dengan teguh dan bersabar, karena sabar merupakan pedang yang tak pernah tumpul dan sinar yang tak kenal redup. 7. Sabar Adalah Sifat

Para Nabi
Para nabi dan rasul alaihimussalam mendapatkan keselamatan, kesukses-an dan kekuatan dikarenakan sikap sabar mereka. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, “Maka bersabarlah Kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.” (QS. 30: 60) Lukman al-Hakim, seorang yang telah diberikan hikmah oleh Allah, telah mewasiatkan kesabaran kepada anaknya, sebagaimana yang telah difirmankan Allah Subhannahu wa Ta’ala , “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari per-buatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. 31:17) 8. Dengan Kesabaran Seorang Da’i Menjadi Teladan
Seorang dai hendaknya menjadi teladan bagi masyarakatnya, sebagai-mana ini merupakan salah satu sifat hamba yang ideal (Ibadur Rahman). Keteladanan dalam beragama tidak akan didapat, kecuali dengan bersabar, karena Allah telah menetapkan, bahwa imamah (keteladanan) hanya didapati oleh mereka yang sabar dan yakin ter-hadap ayat-ayat Allah. Firman Allah Subhannahu wa Ta’ala , “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. 32:24) 9. Sabar Menghantarkan Kepada Pertolongan Allah.
Hal ini tentunya bukan berarti dengan meninggalkan usaha, karena pertolongan dari Allah tidak mungkin tercapai dengan sendirinya tanpa melakukan sebab- sebab yang mengan-tarkan kepadanya. “Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah menge-tahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS. 3:120) “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang- orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (QS. 3:186) Allah Subhannahu wa Ta’ala menceritakan perihal Nabi Yusuf, bahwasanya dia mendapatkan pertolongan dikarenakan kesabaran-nya. Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya, “Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami”. Sesungguh-nya barang siapa yang bertaqwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”. (QS. 12:90) 10. Sabar Merupakan Kumpulan Berbagai Akhlak Luhur
Di dalam sabar termuat berbagai macam akhlak yang mulia, di antaranya adalah santun, lembut, ramah, pemaaf, toleran, lapang dada, adil, menyembunyikan aib orang dan lain sebagainya. Seorang da’i akan menghadapai orang yang memiliki berbagai macam karak-ter.

Ada yang banyak bertanya, sering membuat jengkel, malas, pembuat onar, menghadapi pertengkaran dan lain-lain, maka menghadapi masyara-kat yang bermacam-macam dibutuhkan kesabaran yang tinggi. 11. Sabar adalah Separuh Iman
Sabar dan Syukur adalah inti keimanan, Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.” (QS. 14:5) Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah menyifati seorang mukmin dengan sifat yang menakjub-kan, sifat itu tidak akan didapati, kecuali pada seorang mukmin, yaitu, “Kalau mendapatkan kelapangan, maka ia bersyukur, yang demikian adalah baik baginya. Dan apabila ditimpa kesempitan, maka ia bersabar dan itu pun baik baginya juga.” (HR. Muslim) 12. Sabar Merupakan Sebab Untuk Meraih Kesempurnaan
Kesempurnaan iman hanya akan dapat diraih dengan kemauan keras dan keteguhan. Oleh karena itu, dalam sebuah riwayat disebutkan doa berikut, “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu keteguhan dari setiap urusan dan kemauan keras dalam meraih petunjuk.” Keteguhan dan kemauan yang keras tidak akan dapat berdiri dengan tegak, tanpa adanya pondasi kesabaran. 13. Kesabaran Merupakan Sarana Melatih Diri
Seorang da’i harus melatih diri untuk menjauhi perkara-perkara yang tidak selayaknya dilakukan olehnya seperti berkeluh kesah, bosan, patah semangat, terburu-buru, marah, takut, rakus, mendahulukan hawa nafsu dan lain-lain. Hanya dengan membiasakan bersikap sabar, ia akan mampu menjauhi semua itu, sehingga ia dapat bersikap proporsional dan adil dalam berbagai permasalahan, mempertimbangkan sesuatu dengan matang dan dengan pemikiran yang jernih. Akhirnya dakwah yang disampaikan menjadi lebih mengena, karena ia dapat mencari waktu yang tepat, metode yang sesuai dan penuh dengan hikmah. 14. Sabar Mempunyai Kedudukan yang Tinggi.
Di dalam beberapa firman Allah, sabar selalu bergandengan dengan sifat-sifat mulia yang lain, seperti yakin, syukur, tawakkal, shalat, tasbih dan istighfar, jihad, taqwa, al-haq, belas kasih dan sebagainya. 15. Kebaikan Dunia Akhirat Bagi Orang yang Sabar
Kebaikan bagi orang sabar: Allah beserta orang yang sabar; Allah mencintai orang yang sabar; Mendapatkan kesejahteraan dan rahmat dari Allah; Mendapatkan pertolongan; Dijaga dari tipu daya musuh dan yang paling penting adalah ia berhak mendapatkan surga, sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta’ala , Artinya, “Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya”, (QS. 25:75) Diringkas dari buku, “Anwa’u ash-Shabr wa Majalatihi fi Dlau’ al-Kitab wa as-Sunnah,” hal 7-27 Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani.


Di dalam ayat yang lain disebut-kan,“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.(Qs. Al-Ahqaaf: 35) J

uga firman-Nya yang lain, artinya, “Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap mereka.” (QS. 6: 34)

Jika Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam saja, yang beliau adalah manusia paling mulia, penghulu Bani Adam masih diperintahkan untuk bersabar, maka bagaimana lagi dengan kita?

Allah Subhannahu wa Ta’ala telah menjelaskan kepada kita semua, bahwa kehidupan ini penuh dengan ujian dan cobaan. Salah satu hikmah diturunkannya cobaan dan ujian adalah agar diketahuai mana orang yang jujur dan yang dusta, mana yang benar-benar mukmin dan yang munafik, mana yang bersabar dan mana yang tidak. Seorang da’i membutuhkan kesabaran yang ekstra kuat, hal ini karena keberadaan seorang da’i lain dengan masyarakat pada umumnya. Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah memberitahukan, bahwa semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, maka semakin berat ujian yang dihadapi, beliau bersabda, “Orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian yang semisal mereka, lalu yang semisal mereka. Seseorang diberi ujian berdasarkan tingkatnya dalam beragama.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan al-Hakim. Dihasankan oleh al-Albani) Maka kesabaran bagi seorang da’i amatlah penting, di antara pentingnya kesabaran di dalam berdakwah adalah sebagai berikut:

1. Sabar di dalam Berdakwah Ibarat Kepala bagi Badan
Dapat dikatakan, bahwa tidak ada dakwah yang tanpa kesabaran, sebagai-mana tidak ada badan yang tanpa kepala. Jika kepala lepas dari badan, maka itu artinya kematian. Oleh karena itu, Iman Ibnu Qayim mengatakan, ”Kedudukan sabar terhadap iman, ibarat kedudukan kepala terhadap badan. Maka tidak ada iman bagi orang yang tidak punya kesabaran, sebagaimana jasad juga tak berarti tanpa adanya kepala.” Jika dalam keimanan yang sifatnya masih individual dibutuhkan kesabar-an, maka dalam dakwah yang skupnya lebih luas dan kompleks sudah barang tentu sangat lebih dibutuhkan lagi.

2. Sabar Merupakan Salah Satu Empat Rukun Kebahagiaan.
Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta’ala, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. 103:1-3)

3. Sabar Termasuk Akhlak Paling Agung.
Kesabaran merupakan akhlak yang dibutuhkan oleh setiap muslim secara umum dan lebih khusus para da’i.
Para ulama telah banyak menying-gung masalah pentingnya sabar dalam banyak risalah dan karya mereka.

4. Sabar Termasuk Perkara Paling Penting.

5. Sabar Merupakan Pendekatan Diri kepada Allah yang Utama
Di dalam al-Qur’an disebutkan, bahwa hanya kesabaranlah yang akan dibalas oleh Allah dengan pahala yang tidak terhitung. Hal ini menunjukkan, bahwa ia merupakan amal yang sangat utama dan tinggi kedudukannya. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas.” (QS. 39:10

6. Kesabaran Meringankan Penderitaan
Setiap muslim dan terutama para da’i pasti menghadapi tantangan dalam hidupnya, karena seorang da’i menga-jak manusia untuk meninggalkan hawa nafsu dan syahwat yang dibenci oleh Allah, tunduk terhadap perintah-Nya, berhati-hati terhadap batasan-batasan-Nya serta menjalankan apa yang disyariatkan oleh-Nya. Maka orang-orang yang berseberangan dengan dakwahnya, pasti akan memusuhi dengan segenap tenaga bahkan bila perlu dengan angkat senjata. Menghadapi rintangan semacam ini seorang da’i mau tidak mau harus me-megang kayakinan dengan teguh dan bersabar, karena sabar merupakan pedang yang tak pernah tumpul dan sinar yang tak kenal redup.

7. Sabar Adalah Sifat
Para Nabi
Para nabi dan rasul alaihimussalam mendapatkan keselamatan, kesukses-an dan kekuatan dikarenakan sikap sabar mereka. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, “Maka bersabarlah Kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.” (QS. 30: 60) Lukman al-Hakim, seorang yang telah diberikan hikmah oleh Allah, telah mewasiatkan kesabaran kepada anaknya, sebagaimana yang telah difirmankan Allah Subhannahu wa Ta’ala , “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari per-buatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. 31:17)

8. Dengan Kesabaran Seorang Da’i Menjadi Teladan
Seorang dai hendaknya menjadi teladan bagi masyarakatnya, sebagai-mana ini merupakan salah satu sifat hamba yang ideal (Ibadur Rahman). Keteladanan dalam beragama tidak akan didapat, kecuali dengan bersabar, karena Allah telah menetapkan, bahwa imamah (keteladanan) hanya didapati oleh mereka yang sabar dan yakin ter-hadap ayat-ayat Allah. Firman Allah Subhannahu wa Ta’ala , “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. 32:24)

9. Sabar Menghantarkan Kepada Pertolongan Allah.
Hal ini tentunya bukan berarti dengan meninggalkan usaha, karena pertolongan dari Allah tidak mungkin tercapai dengan sendirinya tanpa melakukan sebab- sebab yang mengan-tarkan kepadanya. “Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah menge-tahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS. 3:120) “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang- orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (QS. 3:186) Allah Subhannahu wa Ta’ala menceritakan perihal Nabi Yusuf, bahwasanya dia mendapatkan pertolongan dikarenakan kesabaran-nya. Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya, “Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami”. Sesungguh-nya barang siapa yang bertaqwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”. (QS. 12:90)

10. Sabar Merupakan Kumpulan Berbagai Akhlak Luhur
Di dalam sabar termuat berbagai macam akhlak yang mulia, di antaranya adalah santun, lembut, ramah, pemaaf, toleran, lapang dada, adil, menyembunyikan aib orang dan lain sebagainya. Seorang da’i akan menghadapai orang yang memiliki berbagai macam karak-ter.
Ada yang banyak bertanya, sering membuat jengkel, malas, pembuat onar, menghadapi pertengkaran dan lain-lain, maka menghadapi masyara-kat yang bermacam-macam dibutuhkan kesabaran yang tinggi.

11. Sabar adalah Separuh Iman
Sabar dan Syukur adalah inti keimanan, Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.” (QS. 14:5) Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah menyifati seorang mukmin dengan sifat yang menakjub-kan, sifat itu tidak akan didapati, kecuali pada seorang mukmin, yaitu, “Kalau mendapatkan kelapangan, maka ia bersyukur, yang demikian adalah baik baginya. Dan apabila ditimpa kesempitan, maka ia bersabar dan itu pun baik baginya juga.” (HR. Muslim)

12. Sabar Merupakan Sebab Untuk Meraih Kesempurnaan
Kesempurnaan iman hanya akan dapat diraih dengan kemauan keras dan keteguhan. Oleh karena itu, dalam sebuah riwayat disebutkan doa berikut, “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu keteguhan dari setiap urusan dan kemauan keras dalam meraih petunjuk.” Keteguhan dan kemauan yang keras tidak akan dapat berdiri dengan tegak, tanpa adanya pondasi kesabaran.

13. Kesabaran Merupakan Sarana Melatih Diri
Seorang da’i harus melatih diri untuk menjauhi perkara-perkara yang tidak selayaknya dilakukan olehnya seperti berkeluh kesah, bosan, patah semangat, terburu-buru, marah, takut, rakus, mendahulukan hawa nafsu dan lain-lain. Hanya dengan membiasakan bersikap sabar, ia akan mampu menjauhi semua itu, sehingga ia dapat bersikap proporsional dan adil dalam berbagai permasalahan, mempertimbangkan sesuatu dengan matang dan dengan pemikiran yang jernih. Akhirnya dakwah yang disampaikan menjadi lebih mengena, karena ia dapat mencari waktu yang tepat, metode yang sesuai dan penuh dengan hikmah.

14. Sabar Mempunyai Kedudukan yang Tinggi.
Di dalam beberapa firman Allah, sabar selalu bergandengan dengan sifat-sifat mulia yang lain, seperti yakin, syukur, tawakkal, shalat, tasbih dan istighfar, jihad, taqwa, al-haq, belas kasih dan sebagainya.

15. Kebaikan Dunia Akhirat Bagi Orang yang Sabar
Kebaikan bagi orang sabar: Allah beserta orang yang sabar; Allah mencintai orang yang sabar; Mendapatkan kesejahteraan dan rahmat dari Allah; Mendapatkan pertolongan; Dijaga dari tipu daya musuh dan yang paling penting adalah ia berhak mendapatkan surga, sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta’ala , Artinya, “Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya”, (QS. 25:75) Diringkas dari buku, “Anwa’u ash-Shabr wa Majalatihi fi Dlau’ al-Kitab wa as-Sunnah,” hal 7-27 Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani.

Cara Mudah Berdakwah

Cara Mudah Berdakwah

November 2nd, 2006
Tanya : Saya mulai terbuka hati menerima Islam, mulai bersedia meninggalkan sikap bermain main, tidak serius dalam beragama semenjak saya mendengar dakwah dakwah yang menyentuh dari beberapa orang da’i. Bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran tadi, ketika diri tengah terus melangkah di perjalanan [sabilillah], saya terkenang teman teman lama yang dulu seia sekata dalam kejahiliyyahan, saya telah tertolong, tapi bagaimana dengan mereka. Saya ingin berdakwah, tapi apa yang harus saya katakan, harus dari mana memulainya ??



Al Quran memberikan panduan dalam S.6:70, bagi para pemula yang baru saja meninggalkan kehidupan yang serba tidak serius dengan Islam adalah : tidak kembali dulu kelingkungan itu [Tinggalkanlah orang orang yang menjadikan agama mereka sebagai main main dan senda gurau serta mereka tertipu oleh kehidupan dunia]. Walaupun tentu meninggalkan di sini bukan berarti untuk selama lamanya, setelah beberapa waktu, setelah si pemula tadi pun mulai kokoh aqidah, amal dan akhlaqnya, maka ia harus kembali pada lingkungan lama tadi untuk mengingatkan [dan ingatkanlah mereka dengan Al Quran agar jangan sampai ada jiwa yang masuk neraka karena kegegabahan perbuatannya]. Walaupun khithob adalah Nabiyulloh Muhammad SAW, namun tentu hikmah pelajarannya buat kita semua para pembaca Al Quran.
Menjawab pertanyaan di atas : Saya ingin berdakwah, tapi apa yang harus saya katakan, harus dari mana memulainya ?? Maka mulailah dari diri sendiri [kata nabi Ibda binafsika !] disiplinkan diri dengan kebenaran yang telah diperoleh, setelah tiba pada tingkat kekokohan tertentu, yakin diri tidak akan terbawa bawa lagi arus buruk masa lalu, datangilah kawan kawan lama anda itu. Anda sudah punya jalan untuk menyampaikan Quran kepadanya [pernah kenal], namun ingat yang diutarakan jangan pendapat pribadi, keinginan sendiri, apalagi kebencian diri tapi fadzakkir bihi [Ingatkan mereka dengan Al Quran]. Insya Alloh kalaupun ada penolakan tidak akan frontal, karena dalam kasus ini yang berbenturan bukanlah “keinginan anda dan maunya dia” tetapi orang tersebut belum siap untuk selaras dengan firman pencipta dirinya sendiri ! Kita sendiri tidak akan tersinggung tokh bukan kata kata kita yang didustakannya.
Misalnya mulailah dengan pengalaman rohani anda sendiri, misalnya dengan berkata : “Setelah dijalani sekian lama, ternyata dirasa rasa apa yang saya lakukan selama ini hanya membunuh masa depan saya sendiri. Baik masa depan dunia, apalagi nasib saya di akhirat kelak. Kalau terus terusan begitu, entah bagaimana nasib anak anak saya nanti, kelakuannya, akhlaqnya, apakah mereka akan menghormati ayahnya jika saya sudah tua renta dan tidak sejagoan ini lagi. Dan ketika saya membaca Al Quran ternyata kehidupan seperti itu hanyalah …………..” Lakukan seperti itu berulang ulang dalam setiap kesempatan yang memungkinkan, bila ada perubahan pada dirinya Alhamdulillah, diakhirat anda akan mendapat bonus yang “lebih baik dari dunia dan isinya” Bila tidak berubah, anda pun jangan marah, tokh orang yang lebih mulia dari anda pun, yang tidak pernah berkubang dalam dosa [Nabi Muhammad SAW] beliau diperintah hanya sebagai juru ingat, sama sekali bukan pemaksa atas manusia [S.88:21-22]. Yang penting anda jangan lagi seperti mereka [S.5:105].
Tanya : Mengapa saya harus berdakwah, tidakkah cukup dengan tanggung jawab saya atas diri saya sendiri ? Sekarang saya sudah berubah, tidak lagi seperti dulu. Ini saja memerlukan disiplin diri yang kuat, penjagaan yang ketat, kalau saya berdakwah apa malah tidak jadi terpecah konsentrasi ? Saya harus jaga diri, ditambah lagi dengan menjagai prilaku orang lain …..
Kita akui bahwa sebelum ini, kita sempat berkecimpung dalam kelalaian dan kekeliruan, tidakkah kita khawatir kalau kalau ada diantara manusia yang sekarang berbuat ma’shiyyat justru karena terilhami oleh prilaku kita yang dulu dulu ketika masih bersama mereka ? Tidak mustahil ada yang berani berbuat dosa justru karena kita pernah memperbuatnya. Bila ini terjadi, berarti ada atsar buruk -bekas langkah kita- yang masih tercecer dan terus mengalir. Ada amal jariyah [amal yang mengalir] yang bila tidak segera dihentikan akan terus menerus menambah berat timbangan keburukan kita, sebab walaupun kita telah berhenti berbuat, tetapi atsar ini tetap ditulis juga sebagai bagian dari yang harus kita pertanggung jawabkan. Perhatikan Surah Yaasiin [36] : 12 “…dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas bekas yang mereka tinggalkan …”
Shahabat ‘Umar ra nampaknya menyadari penuh akan bahayanya atsar buruk ini, dari itu tercatat dalam sejarah, setelah beliau masuk Islam, maka di tempat tempat mana dulu ia pernah berbuat dosa, beliau kunjungi kembali seraya mengumumkan keislamannya dan mengajak orang kepada Islam. Ini merupakan salah satu contoh kegigihan menghapus bekas [Atsar] tadi
Dengan demikian, berdakwah sebenarnya bukan “mengurusi orang lain”. tapi membenahi diri sendiri, jangan sampai ada bekas kejelekan diri yang belum disumbat hingga jadi amal jariyah negatif seperti diulas di atas.
Dakwah pun merupakan usaha kita membebaskan diri dari terlibat dalam ma’shiyyat yang terjadi di depan mata kita. Dinyatakan dalam sebuah hadits shohih bahwa di akhirat nanti akan ada orang yang menarik tangan kita dan berkata : “Ya Alloh inilah yang telah mencelakakan saya” Kita mengelak dan berkata : “Bagaimana mungkin saya mencelakakannya padahal saya tidak mengenal dia” Ia akan bilang “Benar Ya Alloh, dia tidak kenal akrab dengan saya, tapi dia pernah melihat saya berbuat dosa, dan tidak menegur kesalahan saya itu, andai ia mengingatkan tentu saya tidak akan berketerusan dalam ma’shiyyat”. Kita tidak bisa mungkir lagi sebab filem ketika peristiwa itu terjadi bisa ditayang ulang, sehingga akhirnya kita akan terpojok ketika ditanya : “Mengapa kamu melihat dia berdosa engkau biarkan …?”
Menghayati surat Al A’raf 164 - 165 [silahkan baca dan telusuri tafsirnya di kitab kitab tafsir] menyampaikan kita pada sebuah kesimpulan, bahwa nasib diri kita begitu terancam di akhirat, sudah harus mempertanggung jawabkan kekeliruan sendiri [sebagai manusia, kecil atau besar kita tak pernah luput dari kesalahan] ditambah lagi dengan “ditarik tarik tangan orang” , yang kebetulan di dunia pernah berbuat salah di depan kita dan kita tak berani mendakwahinya …… Kita punya hutang dakwah kepada semua wajah yang pernah kita lihat, yang ketika dirinya tampak di depan kita, kita tahu ia tengah melakukan kekeliruan. Kita tidak bisa menutup mata yang sebelah lagi untuk urusan ini. Sebab bila selama ini kita ‘menutup sebelah mata’ dengan kema’shiyyatan yang melanda, maka bila kita tutup sebelah lagi [dengan tidak mau belajar dakwah, walaupun hanya lewat obrolan] maka kita sendiri akan menjadi buta !
Dakwah bukanlah menjagai orang lain, tapi memelihara diri sendiri. Ini perlu dicamkan, sebab selama ini banyak orang yang menyamakan arti dakwah dengan “usilan atau memaksa orang seperti maunya kita”. Ada beberapa keuntungan yang bisa didapat dengan melakukan amal dakwah yaitu
Kita ter________________tan karena telah mengingatkan orang [S.7:164 - 165] addapun soal takwa dan tidaknya yang didakwahi itu urusan kedua [ma’dzirotan ilaa robbikum, itu yang pertama, baru wa la’allahum yattaquun]. Lihat pula S.6:69
Dimasukkan dalam golongan Ulul Baqiyyah yang dijanjikan beroleh keselamatan, sedang acuh tak acuh dengan dakwah, mementingkan diri sendiri, terancam dapat gelaran dzalim, yaitu mereka yang hidup hanya mementingkan kemewahan dan kesenangan hidup duniawi [lihat S.11:116]
Ikut serta mencegah terjadinya fitnah [kemelut, rusaknya agama, tersebarnya bencana] yang bila itu terjadi, tidak hanya orang dzalim saja yang terkena, termasuk pula orang yang baik baik yang tadinya acuh tak acuh dengan dakwah ! Lihat S.8:25
Dakwah tidak memecahkan konsentrasi kita dalam berdisiplin melaksanakan tha’at justru menambah maraknya suasana jiwa kita dalam berislam. Mengapa ? sebab bukan hanya dilaksanakan tapi kita pun terus menerus membicarakannya. Minimal bila suatu sa’at datang malasnya, kita pun akan tertagih dengan kata kata sendiri. Bukankah ini menguntungkan ?? Daripada sudah diri tidak mengerjakan, kita pun tak pernah pula membicarakan. Apa tidak malah keterusan lupanya ?? Bukankah malu dan iman itu dua bagian yang tak terpisahkan [ Al Hadits], bila satu hilang yang satunya pun terancam segera sirna. Banyak membicarakan kebaikan, membuat kita semakin terikat dengan tuntutan untuk konsekwen, ada rasa malu bila diri sendiri tidak melaksanakan. Dari sudut ini, malu oleh kata kata sendiri adalah pelindung iman terakhir agar tidak cepat menguap.
Saya malu berdakwah, kelakuan saya sendiri masih amburadul. Saya takut terkena murka, Apa artinya bicara baik bila diri sendiri masih berantakan.
Siapa yang memberi tahu anda bahwa bicara baik itu tidak ada artinya ?? Bicara baik itu sudah bagian dari tanda iman [man kaana yukminu billahi wal yaumil akhir fal yaqul khoiron au liyasmut HR. Bukhori] bila begitu menurut nabi, terus siapa yang berani mengatakan bicara baik tak berarti ?? Ini saya tegaskan agar sikap perfeksionis [prinsip jika tidak sempurna lebih baik tidak] yang menghambat potensi dakwah ummah tidak merebak luas. Bila diukur / dibandingkan antara tingkat bahayanya orang yang kelakuannya baik tapi bicaranya salah dengan orang yang kelakuannya buruk tapi pembicaraannya baik, maka daya rusaknya terhadap ummat, yang lebih berbahaya adalah mereka yang manis tingkah lakunya, mempesona akhlaqnya, tapi dari mulutnya keluar fatwa yang salah. Orang percaya dan mengikuti sebab tertarik dengan pribadinya, namun hasilnya Islam dirugikan [Ingat kasus Ulamaus syu’]. Adapun orang yang kelakuannya buruk, sedang perkataannya baik, resiko bagi masyarakat paling paling cuma sekedar “tidak ada yang mau percaya”.
Bagaimana pendapat anda terhadap seorang muslimah yang menunda pelaksanaan kewajiban berjilbab, dengan alasan kelakuannya masih belum baik, ilmunya masih kurang, belum bisa ngaji dsb dsb. Tentu anda tidak bisa menerimanya bukan ? Sebab Jilbab adalah sebuah kewajiban, sedang memelihara akhlaq dan meningkatkan ilmu adalah sebuah kewajiban lain pula. Yang sempurna tentu si muslimah tadi menutup aurotnya dan baik kelakuannya, artinya kedua hutang kewajiban tadi lunas kedua duanya. Bila muslimah tadi hanya baik kelakuannya, tapi tidak menutup aurot, ia lunas satu hutang, tinggal berusaha membayar yang satunya lagi. Atau bila ia telah menutup aurot, sedang ilmu dan amal lainnya belum sebaik pakaiannya, berarti baru lunas satu kewajiban saja, tinggal bagaimana caranya ia berusaha melunasi yang satunya lagi. Sebaliknya kalau sudah kelakuan belum baik, berkerudung pun tidak [dengan alasan percuma berkerudung juga, tokh kelakuan saya masih jelek] berarti dia punya dua hutang sekaligus ! Malah kalau ada orang yang baik dan menarik akhlaqnya, tapi tidak menutup aurot jadi berbahaya bagi kewibawaan hukum Islam sendiri. Orang yang kagum dan hormat pada kebaikan akhlaq wanita tadi, dengan mudah segera mengambil kesimpulan “Ooh berarti jilbab itu tidak wajib, buktinya dia yang begitu dalam ilmunya dan begitu baik akhlaqnya pun tidak pernah ribut soal busana muslimah … ” Mana yang lebih berbahaya bagi kewibawaan hukum ? Yang berbusana muslimah, tapi akhlaqnya belum baik, atau yang baik akhlaqnya tapi belum berbusana muslimah ? Yang pertama paling paling cuma jadi bahan ejekan [alaa ..h ngapain pake pakaian begitu, kelakuannya aja … ]artinya cuma satu pribadi itu saja yang bermasalah. Tapi untuk kasus kedua, bisa jadi preseden bagi orang awwam bahwa ternyata dalam Islam busana muslimah bukan perkara besar, tokh si anu pun yang segalanya jauh lebih baik dari kita tidak ribut soal itu… Saya melihat justru kasus kedua bukan lagi kasus pribadi, tapi bisa mengganggu daya cengkram hukum Islam dalam masyarakat muslimin. Persis seperti yang terjadi hari ini ….
Kembali pada masalah enggan berdakwah, dalam arti mengkomunikasikan kebenaran, hanya karena malu, terhalang oleh kelakuan sendiri yang belum baik tadi. Seperti kasus busana muslimah dan akhlaq, sebenarnya antara dakwah dan amal sholeh adalah dua kewajiban yang jadi hutang kita bersama. Amar makruf nahyi mungkar adalah wajib bagi setiap muslim, pada tingkat apapun keadaan amal dia sebagaimana beramal sholeh adalah wajib, tak peduli serendah apapun kemampuan dia berkomunikasi. Bagi yang sudah baik amalnya malah tidak ada alasan lagi untuk tidak berdakwah. Sedang bagi yang amalnya masih tercampur [antara baik dan buruk] semoga dengan diawali oleh baiknya perkataan, kelakuannya pun menjadi baik pula bersama sama dengan orang yang diajaknya, Aamiin.
Tanya : Bagaimana dengan ayat yang mengancam keras orang orang yang mengatakan sesuatu sedang dia tidak memperbuatnya [S.61:2-3]. Begitu pula dengan celaan atas orang yang menyuruh fihak lain berbuat baik sedang dirinya sendiri dibiarkan [S.2:44].
Perlu difahami bahwa ayat itu bukan bermakna melarang dakwah, tetapi kecaman keras dan peringatan tegas bagi pengelabuan, penipuan yang dilakukan dengan cara cara memanipulasi kata kata. Contoh, ada orang yang berusaha membentuk citra baik di depan orang lain, dengan mengiklankan perbuatan perbuatan baik, memperkatakan amal amal sholeh, dengan harapan orang jadi percaya bahwa dia ahli dalam kebaikan itu. Ini jelas penipuan, orang yang begini tidak akan lepas dari siksa neraka ! Lihat S.3:188. Jelas berbeda dengan orang yang memperkatakan kebaikan, mengkomunikasikan kebenaran dengan niat agar dirinya pun terkondisikan dengan kebaikan tadi.
Ayat ayat di atas bukan bermakna larangan bagi dakwah, tapi larangan jangan sampai orang berilmu memanipulasi ummat dengan kepintaran kata katanya, orang lain disuruh suruh, sedang dianya sendiri tidak mengerjakan, ia memperalat orang lain dengan ilmu [anda bisa menangkap adanya i’tikad tidak baik dalam kasus ini]. Artinya kalau sudah menyuruh orang, harusnya anda pun melaksanakan. Tetapi logika tadi jangan dibalik : “Karena tidak bisa melaksanakan, maka anda jangan menyuruh orang”.
Menganjurkan kebaikan tetap mendapat nilai, sepanjang tidak didorong dengan niat memanipulasi, menipu, menciptakan kesan palsu seperti yang telah dijelaskan di atas. Beberapa hadits mendukung pernyataan ini antara lain ; “Barangsiapa yang menganjurkan pada satu kebaikan, maka ia mendapat pahala yang sama dengan orang yang mengerjakannya. Tanpa mengurangi pahala sipelaku tersebut.” Artinya kalau anda belum bisa mendapat pahala dengan mengerjakannya sendiri, jangan sampai kehilangan kesempatan untuk mendapatkannya lewat cara menganjurkan orang lain untuk lebih dahulu memperbuatnya. Bagi anda yang telah bisa mengerjakannya, mengapa merasa cukup dengan satu pahala saja, tidakkah ingin berlipat ganda dengan cara menganjurkan orang lain melakukan apa yang telah anda kerjakan ??
Di dalam Al Quran, menganjurkan orang lain untuk memberi makan orang miskin adalah modal awwal untuk tidak dikatakan sebagai pendusta agama [S.107:1-3], diakhirat ada orang yang dirantai dengan rantai neraka sepanjang 70 hasta, diberi minum darah bercampur nanah, juga karena tidak mau menganjurkan orang lain memberi makan orang miskin [S.69:31-37]. Perhatikan … menganjurkan orang lain memberi makanan jasmani kepada orang miskin saja sudah demikian besar nilainya, walaupun dianya sendiri tidak mampu memberikan makanan tadi. Sedang jika menganjurkan saja sudah tidak mau, kita lihat betapa mengerikan akibatnya.
Dakwah adalah menganjurkan orang lain berbuat baik, sama artinya dengan memberi dorongan, memberi energi agar orang itu mau melaksanakan kebaikan. Bila ini dilakukan dengan ikhlas, bukan untuk membangun citra palsu, maka pasti baru berkata saja pun baik, apalagi bila ditambah dengan amalnya, Aamiin…
Tanya : Bagaimana mungkin saya berdakwah, padahal ilmu saja masih kurang, saya perlu ditolong agar ilmu bisa bertambah, jiwa saya saja masih labil, pendirian belum teguh.

Ada satu ayat dalam Al Quran yang menjamin, bahwa pertolongan Alloh akan datang, kemudahan akan tiba, bahkan pendirianpun akan diteguhkan langsung oleh Alloh, kapan dan bilamana ? Ketika kita mau tampil menjadi pembela pembela agamaNya [lihat S.47:7]. Insya Alloh bagaimanapun keadaan awwal kita, mulai dari kurang ilmu, lemah keinginan, asalkan ikhlas punya keinginan untuk ikut serta membela agama Alloh ini, dibuktikan dengan keterlibatan aktif di dalamnya, maka kita akan dipandaikanNya terus setahap demi setahap, setingkat demi setingkat, hingga terampil kita membela dan menjalankan Al Islam ini sebagaimana seharusnya menurut Al Quran dan Al Haditsus Shohieh. Anda mau bukti ? Jadikanlah diri anda sebagai barang buktinya, silahkan, majulah ke depan, maka beranilah untuk mulai menerjunkan diri di bidang ini. Langkah pertama, pasti terasa berat, sebab syetan tidak ingin kubu dakwah Islam bertambah tenaga. Bagaimana dengan anda sendiri, tentu tidak sekeinginan dengan syetan bukan ? Dari itu buanglah rasa minder dan malu, lakukan apa yang bisa hari ini anda lakukan buat Islam, Yakin Alloh akan terus membimbing anda, Aamiin. Jadi kalau nunggu teguhnya, kapan mau teguh pendirian bila enggan turun ke gelanggang juang membela dakwah ini ?? sebab syarat peneguhan itu sendiri tidak dilengkapi ….
Baiklah kini saya mengerti dan saya percaya bahwa kemampuan berdakwah itu tidaklah datang dengan ditunggu tapi mesti dicari di lapangan dakwah itu sendiri. Saya pun yakin bahwa keadaan diri pun akan diperbaikiNya, sepanjang niat tidak menipu dan tulus ingin baik. Saya bersyukur atas hadirnya orang yang pernah mendakwahi saya, hingga dengan itu saya selamat dari keterlenaan. Kini saya pun perlu bonus bonus tambahan, mengingat kurangnya amal amal saya, saya ingin ada orang lain yang mendapat hidayah Alloh lewat perantaraan usaha saya. Sebab Nabi SAW ada bersabda: “Bila satu orang saja mendapat hidayah dengan sebab perantaraan usahamu, bagimu pahala yang lebih baik dari dunia dan seisinya !” Tapi bagaimana yah, bukan tidak tertarik dengan pahalanya, cuma bagaimana memulainya. Kalau dakwah
kan harus ada muqoddimahnya ….. Padahal saya paling terbata bata kalau membaca bahasa arab di depan umum
Baiklah kita clear
kan dulu permasalahnnya, sekali lagi dakwah bukan hanya ceramah. Anda mengobrol, anda meminjamkan buku, anda bertanya di tengah majlis ta’lim tentang satu masalah, hingga jawabannya didengar orang banyak, anda ajak orang mengaji, ikut menghadiri ta’lim dsb dsb kesemuanya itu merupakan kontribusi [andil] anda dalam dakwah. Tapi kalau yang dimaksud dengan pernyataan di atas, bahwa anda sulit memulai untuk ceramah. Insya Alloh sandungan kecil ini dengan mudah kita atasi, biidznillah …..
Membuka ceramah prinsipnya hanya menyaratkan 3 hal saja : Hamdalah, syahadah dan sholawat. Anda memuji Alloh, anda umumkan keteguhan diri memegang prinsip dasar Islam, kemudian anda berdo’a untuk kemuliaan pemimpin pejuang, patriot teladan ummah Nabiyulloh Muhammad SAW. Asal anda jujur, tegas dan yakin, 3 hal ini saja akan mengangkat nilai, wibawa dan keyakinan diri anda di depan publik [umum]. Mengapa tidak ? Anda bukan akan membicarakan keperluan pribadi, anda tidak sedang membicarakan hasil pemikiran sendiri, tetapi anda tengah dan akan mengungkapkan konsep tertinggi di muka bumi, membawakan pesan Maharaja langit dan bumi, ditambah lagi bagi anda sendiri dijanjikan ridho dan pahala nan besar. Jika ini disadari, pasti semangat, dan isi bicara anda dengan sendirinya akan berbobot dan berkesan. Bukan hanya pada diri orang lain, tapi pada diri anda sendiri. Oh ya, saya ingatkan kembali, bukankah anda sedang menasehati diri anda pula ketika itu …. Hanya saja suaranya dikeraskan, sebab anda berharap bila ada orang yang ikut tergugah, sehingga kita pahala tambahan …. bonus yang lebih baik dari dunia dan isinya tadi !
Kalau pun yang anda ucapkan kalimat seperti ini : “Alhamdulillah, Asyhadu allaa ilaaha illalloh wa asyhadu anna Muhammadar Rosuululloh, Allohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘ala Aali Muhammad, saudara saudara sekalian ….’ Iru sudah cukup memenuhi syarat bagi ceramah Islam. simple saja bukan …..
Atau baik pula bila kita tambahkan setelah hamdalah itu beberapa nikmat Alloh yang dinyatakanNya lewat Al Quran. Bahkan redaksi muqoddimah tadi bisa kita selaraskan dengan materi yang hendak kita sampaikan, misalnya :
Bila yang hendak kita bicarakan, perkara iman, ketenangan hati, rumah tangga yang tentram misalnya, bisa kita cuplik sebagian dari S.48:4 menjadi Alhamdulillah Alladzi anzalas sakiinata fi qulubil mukminin liyazdaadu iimaanam ma’a iimaanihim, Asyahadu allaa ilaaha illaaloh dst dst [Segala puji bagi Alloh, yang telah menurunkan ketentraman pada jiwa jiwa orang mukmin, sgar bertambah imannya di samping imannya yang telah ada], Asyahadu anlaa ilaaha illalloh dst dst …
Bila yang hendak dibahas mengenai perjuangan Islam, usaha usaha membela agama, bisa kita cuplik sebagian dari S.9:33 menjadi : Alhamdulillahilladzi arsala Rosuulahu bil huda wa diinil haqqi liyudzhirohu ‘ala diini kullihi walau karihal musyrikuun, Asyhadu allaa ilaaha illalloh dst dst [Segala puji bagi Alloh yang telah mengutus RosulNya dengan petunjuk dan Dien yang benar, agar dimenangkanNya di atas segala Dien, sekalipun orang orang musyrik membenci] Asyhadu allaa ilaaha illalloh dst dst … …
Bila yang hendak kita ungkap adalah mengenai Al Quran, keajaibannya, tuntutan untuk diikuti, akibat tidak mengikuti Al Quran bisa kita gunakan kalimat hamdalah yang ada dalam S.18: 1-3
Anda akan terharu, mungkin gembira, tidak menyangka, betapa mudahnya kita membuat muqoddimah. Coba anda hapalkan aya ayat di atas, resapkan maknanya, ketika mula ceramah, sepenuh jiwa dan setulus konsentrasi, faham akan arti anda sambungkan ayat tersebut dengan hamdalah. Anda akan merasakan getaran ghaib dalam sukma yang terus menerus memberi warna dan ilham pada setiap yang anda katakan. Mungkin anda tersenyum membaca tulisan ini, tapi saya merasakannya selama 6 tahun lebih. Ini bukan wahyu [na’udzubillah kalau saya merasa menerimanya] tapi katakanlah semacam bimbingan langsung, penyodoran ide, cara mengungkapkan yang dengan semua itu saya merasa lancar menyampaikannya. Bahkan tidak jarang saya menyadari makna yang lebih menggigit dari suatu ayat justru ketika membacakannya di depan orang lain. Insya Alloh anda pun akan merasakannya selama, anda ikhlash bahwa ceramah ini, semata mata upaya belajar bersama demi semakin melekatkan diri dengan Islam, tidak bermaksud lain kecuali menegakkan kalimatillah dan bukan pamer pengetahuan. Dan juga jangan lupa, anda menghayati betul semangat dari ayat yang anda cuplik menjadi muqoddimah itu.
Saya sering mengawali ceramah dengan mencuplik S.48:4 untuk hamdalah, karena dengan meresapi makna ayat tersebut, bahwa ketenangan itu dari Alloh, dan dengan ketenangan itu akan bertambah iman orang mukmin disamping imannya yang telah ada. Saya yakini ayat tadi sedemikian rupa. Alhamdulillah, rasa gugup, ragu, minder rasanya sirna dari dada dengan mengikatkan diri pada kalimat kalimat tersebut. Mengapa harus gelisah karena takut dianggap kurang penampilan, bicara dengan kelas rata rata, tidak didukung gelar dsb dsb. Bukankah ketenangan itu datangnya bukan dari semua itu tadi, tapi dari Alloh yang ayat ayatnya akan saya bacakan. Dan saya harus tenang, serta memelihara kestabilan perasaan ketika ini berlangsung, saya harus membawa suasana taklim ini demikian tentram, hingga memungkinkan datangnya penambahan iman pada diri saya dan pendengar, seperti dijanjikanNya di ayat tersebut. Kalimat kalimat di atas saya hunjamkan ke kalbu sebelum memula dan ketika membaca muqoddimah, hasinya …. Alhamdulillah saya selalu merasakan ketentraman itu ketika berceramah.
Ya, anda pun memang mesti membentuk konsep diri terlebih dahulu, menyelaraskan jiwa dengan apa yang anda baca sebagai muqoddimah, jika keselarasan ini sudah di dapat, ibarat orang sudah bisa seimbang mengendarai sepeda, anda tinggal mengayuh saja hingga ceramah berakhir, selamat mencoba, Alloh beserta orang yang ulet dan gigih bersungguh sungguh di jalannya [S.29:69], bersama kita sekalian, Aamiin.
Tanya : Terus bagaimana kalau saya menthok di tengah jalan, awalnya sih memang tenang, tapi apa tidak jadi blingsatan kalau di tengah tengah ceramah saya tidak tahu lagi apa yang harus dikatakan. Masa harus berhenti begitu saja, diakhiri dengan senyum getir dan muka merah, malu …..kayaknya endak akan kuat mental kalau sampai begitu ….
Tergantung apa yang hendak anda bahas, bila anda tidak punya rencana tentang pesan apa yang ingin tumbuh di dada pendengar, kemana mereka hendak dibawa, apa yang anda inginkan terjadi diantara kita seusai ceramah ini. Jelas anda akan bingung, sebab dari awwal anda sudah kehilangan arah, tidak ada kompas yang dipedomani. Berbekal niat baik, lantas anda lari tanpa tahu mau kemana. Ini nekad namanya …..
Bagi pemula, belum begitu terbiasa lewat alur alur mana ummah hendak kita bawa ke gerbang Islam, kita sendiri belum hapal betul jalan, karena memang baru memulai. Dari awwal berpegang teguhlah pada peta dan kompas memang bisa jadi penolong untuk tetap selamat hingga akhir ceramah. Apa peta dan kompasnya bila dalam ceramah, tidak jauh jauh, Al Quran yang anda pegang !
Carilah ayat ayat yang menjelaskan satu tema secara berurutan misalnya :
Ciri ciri orang yang menjadi hamba Alloh : S.25 : 63 - 77
Ciri ciri prilaku orang yang bertaqwa : S.3 : 133 - 135
Ciri ciri orang munafiq : S.2 : 8 - 20
Watak yang harus dimiliki anak : S.31 : 12 - 19
Menejemen keluarga : S.66 : 6, S.64 : 14 - 15, S.4 : 19 - 20, 34 - 35.
Kejadian di akhirat : S.57 : 12 - 16
Setelah hamdalah yang dijiwai tadi, anda sampaikan beberapa kata untuk mengawali pembahasan ayat berangkai tersebut, misalnya kalau yang hendak dibahas mengenai “Ciri Ciri Hamba Alloh” anda katakan : “Hadirin yang mulia [atau lebih akrab anda katakan shahabat ku dalam Islam, atau lebih menyentuh ungkapkan, ibu ibu muslimah yang berbahagia dsb] kita sudah lama mengaku sebagai hamba Alloh, sekarang marilah kita lihat dari quran, ciri ciri yang diakui Alloh sebagai syarat menjadi hambanya, hingga dengan itu semua kita bisa berkaca diri, sudah berapa prosen ciri itu kita capai. Menurut Quran S.25 : 63 - 75, ciri cirinya adalah sebagai berikut, mari kita buka bersama ayat nya …
Cobalah untuk membahas ayat itu semaksimal yang bisa anda tangkap dari yang tertera dalam terjemahnya, bila menthok [tidak tahu lagi penjelasan apa lagi yang harus ditambahkan], segera anda bahas ayat yang berikutnya. Nah selamat khan
Setelah selesai, akhiri dengan kata : “Barangkali baru itu yang bisa saya fahami, semoga kesungguhan kita bersama untuk mengundang bimbingan Ilahi yang membawa kita pada kemampuan berislam yang senantiasa lebih baik dari sebelumnya, Aamiin, Wassalamu’alaikum warohmatulloh ….” Selesailah perjalanan kita yang pertama, mudah bukan …..

Tanya : Baru belajar ceramah sudah mengupas Quran ??? wah wah apa tidak kualat tuh. Quran khan firman Alloh, kalau apa yang kita bahas tidak sesuai dengan Maqshud Nya apa tidak malah cilaka ?! Sudah kita sendiri ngaco, orang lain lagi disesatkan ??
Tergantung ayat mana yang anda akan bahas, kalau pertama kali ceramah anda mau membahas S.4 : 7 - 13. Biarpun beruntun, itu hukum waris, yah jangan coba coba, bisa bisa ditengah jalan anda bikin hukum waris sendiri tuh. Atau misalnya membahas S.2 : 196 -203, jelas tidak gampang, itu kan ayat haji … perlu didukung kekuatan ilmu fiqh yang mapan. Tapi kalau yang dibahas ciri orang yang bertaqwa itu gemar berinfaq, menahan marah. Ciri hamba Alloh itu tidak bertengkar dengan yang bodoh atau yang semisal itu, tentu tidak harus menunggu ilmu sampai segudang. Dari terjemah saja anda sudah mengerti bagaimana ayat itu diwujudkan. Cuma bedanya yang tambah luas ilmunya, bisa tambah mengembang pembahasannya, tambah dalam hikmah yang diungkapnya. Insya Alloh anda akan bisa begitu, bila mau memulai sejak awwal.
Tanya: Gampang itu khan kalau tidak ada yang nanya, bagaimana kalau ketika kita membahas ayat yang gampang, terus ada yang bertanya dengan tingkat kerumitan yang tinggi, apa tidak bengong di tengah ceramah ?
Gampang, bilang saja tidak tahu, selesai. Kemudian tawarkan pada pendengar, “Barangkali ada yang pernah mendengar ayat atau hadits nabi berkenaan dengan masalah ini ?” Bila tidak, katakan padanya, “Alhamdulillah pertanyaan ini menumbuhkan minat ingin tahu yang lebih pada diri saya, Insya Alloh akan saya tanyakan pada yang lebih mengerti Al Quran dan hadits Nabi, begitu juga bagi anda sekalian saya harap pertanyaan ini jadi PR kita bersama. Saiapa saja yang mendapatkan jawabannya berdasar Quran dan Hadits Shohieh, dipersilahkan pada pertemuan mendatang untuk menyampaikan temuannya.”
Wah malu dong kalau begitu, masih sudah ngomong lama lama, sudah buka Quran sana sini, giliran ditanya malah bilang tidak tahu. Kalau ilmu belum cukup jangan ngomong di depan umum !
Mengapa mesti malu, agama ini khan bukan punya kita, dia milik Alloh yang disampaikan lewat RosulNya. Setiap ada masalah, yaa .. kesana kita mesti merujuk. Bila rujukannya belum ketemu, ngapain ngarang jawaban dan mereka reka segala. Jangankan kita yang baru belajar begini. Orang yang jauh lebih mulia dari kita, berpangkat tidak tanggung tanggung, seorang Rosul pun, bila ditanya masalah yang ia tidak yakin [bagaimana maunya Alloh atas perkara itu], beliau SAW akan diam, menunggu wahyu tiba. Nah, bila begitu beliau, apalagi kita. Wajar dong kalau diam dan memanfa’atkan waktu selanjutnya untuk menela’ah kembali sumber agama tadi.
Mengatakan tidak tahu, atas perkara agama yang anda tidak yakin jawabannya, bukan menunjukkan anda tidak punya ilmu. Justru itu merupakan tanda bahwa anda memiliki kesadaran dan tanggung jawab atas pengetahuan, justru karena tahu/berilmu itu anda tidak berani cuap cuap seenaknya. Kata ulama : “Tanda seseorang berpengetahuan, adalah berani mengatakan tidak tahu”. Imam Malik pernah ditanya 40 masalah agama, beliau hanya menjawab 4 masalah saja, sisanya beliau jawab dengan kata kata “Tidak Tahu”. Lihat Imam Mazhab saja begitu lugas, dan tidak malu malu, begitu pula kita seharusnya.
Mengapa mesti malu, kalau mengatakan tidak tahu atas perkara agama di depan umum, kita ceramah kan bukan pamer ilmu. Ini penting digaris bawahi. Sebab kalau anda mulai takut mengatakan tidak tahu [atas perkara yang betul betul anda tidak tahu], ini tanda sudah mulai ada yang salah dari niat anda ! Kita ceramah kan semata mata ibadah, mengingatkan diri, dan mengharap pahala tambahan, mudah mudahan ada orang yang tergugah beraman lewat usaha dakwah kita …. Jadi kalau pas tidak tahu, jangan menambah dosa dengan menyesatkan orang lain. Kalau anda yakin ini, Pasti anda akan merasa aman, ketika mengatakan tidak tahu, atas urusan yang anda belum faham ….. Ingat kita hanya mengutarakan apa yang kita mulai mengerti, selebihnya kita pun sedang terus belajar lagi ! Mudah mudahan ini jadi awal yang baik untuk tumbuh menjadi Generasi Robbani seperti yang diungkap dalam S.3:79.
Anda bisa bilang begitu, tapi kalau dijatuhkan di depan umum, khan yang malu saya …
Ibarat orang yang mau bisa naik sepeda, anda itu terus bertanya dan bertanya, sampai yakin bahwa kalau belajar anda akan langsung bisa, tanpa pernah jatuh biar sekali. Jelas ini tidak mungkin bukan ? Yang namanya belajar, pasti ada jatuhnya. Persoalannya mau bisa atau tidak dapat pahala ? Jika mau, berani tidak ambil resiko ? Sempat pipi merah misalnya. Jika anda mau dapat “Bonus” yang lebih baik dari dunia dan isinya, dimana dengan itu amal anda jadi berlipat ganda karena ada saudara muslim lain yang tertarik mengikuti jejak ibadah anda. Kalau itu yang dimaui, resiko malu itu kecil dibanding besarnya pahala yang Alloh janjikan buat anda. Jadi modalnya bismillah saja lah …..
Demikian, pelajaran kita yang pertama, Insya Alloh kita akan bertemu lagi, setelah anda mencoba memberanikan diri belajar ceramah. Saya pesankan sekali lagi, Beranilah bicara soal agama, dalam batas batas yang anda sudah faham ! Komunikasikan kebenaran itu. Ingat satu lilin yang menyala bisa menyalakan ribuan lilin yang padam, karena itu “Pass It On” Dengan siapa saja anda bertemu, usahakan ada upaya untuk saling menyalakan hati dengan Cahaya Ilahi. Siapa tahu hati yang berhasil menyala lewat usaha kecil anda, membesar menjadi api yang menerangi buana. Alloh tidak akan lupa mencatat, bahwa kegemilangan besar itu, dari anda juga awalnya ! Dalam hadits dikatakan bahwa : Alloh tersenyum [gembira] melihat seorang hamba yang mendengarkan kebenaran, lalu menyampaikan pada yang lain yang tidak sempat mendengar.
Ya Alloh, pandaikanlah kami, pakailah lidah kami ini untuk menyebarkan agamaMu. Jadikanlah pertemuan kami dengan manusia, menambah pahala kami, Aamiin.

Risalah Pergerakan

Risalah Pergerakan
Ikhwanul Muslimin - 1

Sekilas tentang Imam Syahid Hasan Al Banna
Imam Syahid Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Al Banna lahir tahun 1906 di kota Mahmudiyah dekat Iskandariyah. Setelah menyelesaikan kuliahnya di Darul Ulum – Kairo, kemudian menjadi guru sekolah dasar namun profesi sesungguhnya adalah sebagai penyeru umat agar mengamalkan Al Qur’an dan berpegang teguh pada sunah nabi yang agung, Muhammad saw.
Ismailiyah adalah tempat dimana kantor pertama ikhwanul Muslimin didirikan dimana dakwahnya tersebar secara meluas melalui serangkaian ceramah dan penerbitan. Tuntutan dakwah selanjutnya membuat beliau mengunjungi semua kota dan desa. Dalam waktu singkat, gerakan dakwah beliau memiliki cabang hampir diseluruh penjuru Mesir. Beliau kemudian mendirikan “Ma’had Ummahatul Muslimin“ di Ismailiyah sebagai tempat pendidikan Islam khusus bagi para Muslimah. Beberapa waktu kemudian kantor pusat ikhwanul Muslimin pindah ke Kairo ibu kota Mesir.
Beliau memperkenalkan Islam sebagai aqidah dan ibadah, tanah air dan kebangsaan, kelembutan dan kekuatan, moral dan budaya, serta hukum.
Didepan kantor pusat organisasi “Asy-Syubbanul Muslimun“, sekelompok orang tak dikenal memuntahkan peluru-peluru makar mereka, setelah itu mereka menghilang. Dengan tenaga sisa beliau membawa tubuhnya ke rumah sakit, namun tak seorang dokter pun yang bersedia menangani lukanya, bahkan pengikutnya tidak boleh menjenguknya. Tahun 1949, dua jam setelah penembakan itu beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir dan gugur syahid di jalan Allah swt. Beliau telah mewariskan sejumlah karya cemerlang, dua diantaranya adalah : Mudzakiraat Ad Dakwah wa Da’iyah (Catatan Harian Dakwah dan Sang Da’i) dan Majmu’ah Rasail (kumpulan surat-surat) yang sekarang akan kita bahas.

Dakwah Kami
Keterusterangan yaitu berterus terang dengan tujuan, metode kepada semua orang sehingga dapat membimbing mereka menuju dakwah kami.
Kesucian yaitu misi dakwah yang bersih dan suci dari ambisi pribadi, kepentingan dunia dan hawa nafsu. Tidak mengharap harta, imbalan, popularitas atau ucapan terima kasih yang diharap hanyalah pahala dari Allah. QS. Yusuf : 108.
Kasih sayang yang kami inginkan agar umat tahu bahwa mereka lebih kami cintai daripada diri kami sendiri dan kami bangga jika gugur sebagai penebus bagi kehormatan mereka jika diperlukan atau menjadi harga bagi tegaknya kejayaan, kemuliaan dan terwujudnya cita-cita mereka jika memang itu harga yang harus dibayar.
Semua keutamaan hanyalah milik Allah. QS. Al Hujurat : 17. Cukup bagi kami keyakinan bahwa Allah swt, mengetahui itu semua. Dialah yang menanggung kami dengan dukungan-Nya dan mengiringi dengan bimbingannya, di tangan-Nya-lah berada semua kunci dan kendali hati manusia.
Dalam mensikapi Dakwah ini ada empat golongan obyek dakwah ;
1) Golongan Mukmin, yaitu yang meyakini kebenaran dakwah, percaya pada perkataan, mengagumi prinsip-prinsip dan menemukan padanya kebaikan yang menenangkan jiwanya.
2) Golongan yang ragu-ragu, yaitu mereka yang belum mengetahui secara jelas hakekat kebenaran dan belum mengenal makna keikhlasan serta manfaat dibalik ucapan-ucapan kami.
3) Golongan yang mencari keuntungan, yaitu kelompok yang tidak ingin memberikan dukungan kepada kami sebelum mereka mengetahui keuntungan materi yang dapat mereka peroleh sebagai imbalannya.
4) Golongan yang berprasangka buruk, yaitu orang-orang yang selalu berprasangka buruk kepada kami dan hatinya diliputi keraguan atas kami.. QS. Al Qashash : 56.
Melebur, QS. At Taubah : 24. Dakwah hanya mengenal sikap totalitas, siapa yang bersedia untuk itu maka harus hidup bersama dakwah dan dakwah pun melebur dalam dirinya. Siapa yang lemah maka akan terhalang dari pahala mujahid kemudian akan digantikan dengan generi yang lebih baik. QS. Al Maidah :54.
Kejelasan, yaitu ideologi yang jelas, definitif dan aksiomatik merupakan jalan menuju pembebasan, kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup ini.
Dua iman, kami maupun umat kami sama-sama beriman dan meyakini ideologi tersebut , yang membedakan adalah iman yang ada dalam diri mereka tertidur sehingga tidak memiliki daya dorong yang kuat yang membuat mereka mau melaksanakan segala konsekwensi keimanan tersebut. Karena iman begitu kuat, penuh elan vital dan senantiasa menggelora dalam jiwa Ikhwanul Muslimin.
Dakwah Ikhwanul Muslimin adalah seruan kepada suatu ideologi. Karena kini banyaknya ideologi, isme dan aliran pemikiran yang saling berpacu mempengaruhi pikiran dan perasaan khalayak baik di Timur maupun di Barat.
Sang penyeru isme tersebut kini tampil lebih intelek, lebih profesional dan lebih terlatih khususnya di negara-negara Barat.
Sarana untuk menyeru saat ini juga berbeda dengan sebelumnya yang disebarkan melalui khutbah, pertemuan atau surat-menyurat. Sekarang melalui penerbitan majalah, koran, film, panggung teater, radio, dan media lainnya yang beragam hingga menembus hati khalayak baik pria dan wanita di rumah, di toko, di pabrik bahkan di sawah. Karenanya wajib bagi pengemban misi dakwah untuk menguasai sarana tersebut.
Islam kami adalah sebuah sistem nilai yang komprehensif, mencakup seluruh dimensi kehidupan yang memberikan solusi atas berbagai masalah vital dan kebutuhan akan berbagai tatanan untuk mengangkat harkat kehidupan manusia berpedoman kepada kitab Allah, sunah Rasulullah saw dan sirah salafus shalih karena sirah kaum salaf adalah contoh aplikatif dari perintah Allah dan ajaran Islam.
Sikap kami terhadap berbagai isme ;
1) 1. Nasionalisme atau paham kebangsaan
a. Nasionalisme Kerinduan, adalah cinta tanah air, keberpihakan padanya dan kerinduan yang terus menggebu terhadapnya sebenarnya sudah tertanam dalam fitrah manusia.
b. Nasionalisme Kehormatan dan Kebebasan, adalah keharusan berjuang membebaskan tanah air dari cengkeraman imperialisme, menanamkan makna kehormatan dan kebebasan dalam jiwa putera-putera bangsa. Kami pun sepakat, QS. Al Munafiqun : 8 dan An Nisa : 141.
c. Nasionalisme Kemasyarakatan, adalah memperkuat ikatan kekeluargaan antara anggota masyarakat atau warga negara dengan menunjukkan cara-cara memanfaatkan ikatan itu untuk mencapai kepentingan bersama. Islam menganggap itu adalah kewajiban.
d. Nasionalisme Pembebasan, adalah membebaskan negeri-negeri lain dan menguasai dunia. Islam pun mewajibkan hal tersebut, QS. Al Baqarah : 193.
e. Nasionalisme Kepartaian, jika yang dimaksudkan adalah memilah umat menjadi kelompok yang saling bermusuhan dan berseteru satu sama lain, mengikuti sistem nilai buatan manusia yang diformulasi sedemikian rupa untuk memenuhi ambisi pribadi sementara musuh terus mengobarkan api permusuhan sehingga umat berpecah-belah dalam kebenaran dan hanya bisa bersatu dalam kebatilan sampai tidak bisa menikmati buah persatuan ibarat menghancurkan rumah yang telah dibangunnya sendiri. Maka itu pasti Nasionalisme palsu yang tidak akan membawa kebaikan bagi penyeru maupun masyarakat luas.
2. Batasan Nasionalisme Kami ditentukan oleh aqidah sementara mereka ditentukan oleh teritorial wilayah negara dan batas-batas geografis. Bagi kami setiap jengkal tanah di bumi ini, dimana di atasnya ada seorang muslim yang mengucapkan ’Laa Ilaaha Illallah’, maka itulah tanah air kami.
3. Tujuan Nasionalisme Kami
Setiap Muslim harus mengangkat bendera Islam setinggi-tingginya disetiap belahan bumi bukan untuk mendapatkan harta, popularitas dan kekuasaan atau menjajah bangsa lain tapi untuk mencari ridho Allah dan memakmurkan dunia dengan bimbingan agamanya.
Persatuan, Islam sebagai agama persatuan dan persamaan menjamin kekuatan ikatan itu selama masyarakat tetap tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa. QS. Al Mumtahanah : 8.
2) 1. Kebangsaan
a. Kebangsaan Kejayaan, bahwa generasi penerus harus mengikuti jejak para pendahulunyadalam mencapai kejayaan, kebesaran dan kecemerlangan. Generasi penerus harus menjadikan para pendahulunya sebagai panutan. Kami pun sejalan dengan mereka.
b. Kebangsaan Umat, adalah anggapan bahwa suatu kelompok etnis atau sebuah komunitas masyarakat adalah pihak yang paling berhak memperoleh kebaikan-kebaikan yang merupakan hasil perjuangannya. Setiap kita dituntut untuk bekerja dan berjuang, dimana setiap kelompok harus mencapai tujuan dalam posisi mana saja ia berada dan dengan izin Allah bertemu di medan kemenangan, maka inilah pengelompokan terbaik.
c. Kebangsaan Jahiliyah, adalah menghidupkan tradisi jahiliyah yang sudah lapuk, kembali ke masa lalu yang sebenarnya telah digantikan oleh peradaban baru yang lebih mendatangkan maslahat.Hal tersebut merupakan makna buruk yang akan menjerumuskan bangsa-bangsa Timur pada kebinasaan dan penderitaan yang panjang. QS. Muhammad : 38
d. Kebangsaan Permusuhan, adalah membangga-banggakan etnis sampai pada tingkat melecehkan dan memusuhi etnis lain serta berjuang demi eksistensinya sendiri seperti yang pernah diserukan Jerman dan Italia. Hal ini menggiring masyarakat kepada anarkhisme, saling membunuh sesama hanya karena sebuah waham (pemikiran yang rancu) yang jauh dari hakekat kebenaran.
2. Kami hanya percaya kepada yang pernah diucapkan Rasulullah saw., manusia sempurna dan guru terbaik yang mengajar manusia tentang kebaikan, “Sesungguhnya Allah telah menghilangkan fanatisme Jahiliyah serta pengagungan mereka terhadap nenek moyang dari kalian. Manusia itu berasal dari Adam, dan Adam itu berasal dari tanah. Tak ada keutamaan seorang Arab atas Ajam (selain Arab) kecuali dengan ketaqwaannya“.
3. Bangsa Arab memiliki banyak keistimewaan dibanding bangsa-bangsa lain. Tetapi ini bukan alasan bagi bangsa Arab untuk memusuhi bangsa-bangsa lain. Keistimewaan itu harus digunakan untuk merealisasikan amanah yang dibebankan kepada setiap bangsa.
4. Kami diikat oleh sebuah ikatan yang suci dan luhur yakni ikatan aqidah. QS. Al Hujurat : 10 dan QS. Al Mumtahanah : 8-9.
Menyikapi perbedaan-perbedaan mazhab
1. Berhimpun bukan berpecah-belah, kami ingin menyatukan seluruh perhatian, pikiran dan potensi agar kerja kita lebih bermanfaat, tepat guna dan menghasilkan sesuatu yang lebih besar. Karena musibah terbesar adalah perpecahan.
2. Perbedaan itu sesuatu yang niscaya, mustahil manusia bisa bersatu dalam masalah-masalah tersebut, karena beberapa alasan :
a. Perbedaan kapasitas intelektual dalam memahami dan menangkap kedalaman makna-makna dalil serta dalam mengambil putusan hukum
b. Perbedaan dalam hal keluasan ilmu para ulama
c. Perbedaan lingkungan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam pola penerapan hukum.
d. Perbedaan tingkat ketenangan hati dalam menerima suatu riwayat.
e. Perbedaan dalam menentukan tingkat kekuatan dalil kepada hukum tertentu.
3. Ijma’ dalam masalah furu itu mustahil, Islam ditata sedemikian rupa oleh Allah sehingga mudah, fleksibel, bebas dari kebekuan dan ekstrimisme.
4. Maaf kami kepada semua penentang kami, yang berbeda dalam masalah furu’. Kami sama sekali tidak melihat bahwa perbedaan itu akan menghambat proses menyatukan hati, saling mencintai dan kerjasama dalam menegakkan kebenaran dan kebaikan.
5. Menuju solusi, kekuatan dan kelemahan, keremajaan dan ketuaan suatu bangsa adalah sama dengan kekuatan dan kelemahan, keremajaan dan ketuaan seseorang. Yang tadinya sehat tiba-tiba tergeletak lemah dan digerogoti berbagai penyakit. Kondisi tersebut hanya bisa sembuh dengan adanya 3 hal ; mengetahui letak penyakit, sabar dalam menjalani tuntutan pengobatan dan adanya dokter yang melakukan pengobatan itu, hingga Allah berkenan menyembuhkannya dengan sempurna.
6. QS. Qashash : 1-6. Ikhwanul Muslimin tidak pernah pesimis dan putus asa dari mengharap pertolongan Allah, betapa pun banyaknya rintangan. Dengan berbagai harapan, bekerja dengan penuh kesungguhan dan hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan. Tiga hal pemikiran Ikhwanul Muslimin itu berpusat pada :
a. Manhaj yang benar dalam Al Qur’an, sunah dan hukum-hukum Islam yang dipahami dengan bersih, segar, dan jauh dari berbagai penetrasi paham-paham lain.
b. Pendukung yang beriman, selalu yakin dengan pikiran, tujuan dan percaya pada pertolongan Allah atas mereka selama berbuat untuk-Nya dan atas dasar petunjuk Rasul-Nya saw.
c. Pemimpin yang kuat dan terpercaya, taat pada pemimpin dan dibawah bendera pemimpin itu mereka bekerja.
Gambaran tentang dakwah adalah ungkapan yang sarat dengan makna. Marilah kita saling berjabatan tangan dan berjanji setia untuk bekerja bersama di jalan ini. Biarlah Allah yang akan memberikan petunjuknya kepada kami dan kamu sekalian. Cukuplah Dia bagi kami sebaik-baik tempat bergantung, sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Allah Maha Besar, bagi Allah segala puji.

KEBERKAHAN YANG TAK PERNAH PUDAR

KEBERKAHAN YANG TAK PERNAH PUDAR

Tarbawi,edisi 103 th 6

Pagi adalah bagian dari wkt2 Allah yg trs berputasr. Ia juga ungkapan yg sangat lekat dg makna kesegaran,keceriaan, semangat, dan hidup baru. Begitu banyak makna postif yg memberi spirit dan optimisme dl hidup yg dtg menyertai pagi.
Mkn msh byk lg hikmah dan keinstimewaan di balik pujiaan Allah terhadapnya,“Dan demi subuh apabila fajar-ya mulai menyingsing.“ (QS at Takwir:18),yg mkn blm dpt kita singkap krn keterbatasan ilmu kita.
Bertemu pagi adalah keniscayaan.Tetapi mengambil manfaat dari keistimewaannya adalah suatu yg harus diupayakan.Jlnnya hy satu,BANGUN LEBIH PAGI. Lalu mengintip apa saja kebaikan2 yg dpt kita petik di pagi itu.
KARENA SUATU PAGI BISA MERUBAH HIDUPMU
Waktu adlh wadah pembentukan. Di samping garis edar hdp kita,tmbh dan mjd dewasa, dari lahir hingga kembali ke hadairat-Nya. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Waktu memiliki 3 makna dan dilandaskan pada 3 derajat.Di antara makna2 itu adalh saat mempu dan benar, krn meliahat cahaya karunia yg ditarik kebersihan harapan, atau krn ada perlindungan yg ditarik kebenaran ketakutan, atau krn kobaran rindu yg ditarik cinta.” (Madarijus Salikin)
Satu di antara bag2 wkt yg mhimpun makna2 itu, yg memiliki urgensi pembentukan adalah pagi. Ia adalah simbol permulaan dan perubahan, kepada dan terhadap apa saja, termasuk babak2 kehidupan kita. Kisah seorang nasarni yg bersahabat dan hidup serumah dengan seorang wanita muslimah adalah contoh perubahan yg dibawa oleh pagi.
Sahabat muslimah tersebut serng terbangun di penghjung malam utk melaksanakan qiyyamullail, bermunajat, dan berdoa kepada Allat SWT. Terkadang seesai berdoa ia teruskan lagi dg tilawah al Qur’an hingga menjelang shubuh. Awalnya si wanita nasrani srg merasa terganggu dg suara temannya yg kerap menangis tersedu2 dlm shalat malamnya atau saat melantunkan ayat suci al Qur’an yg begitu asing di telinganya. Suara “berisik” itulah yg sering memangkas jatah tidurnya.
Tetapi lama kelamaan, dlm diamnya ia mula menyimpan rasa cemburu dan kagum kpd sahabatnya ini, krn sahabatnya ini bgt mudah terbangun di pagi hari dan menyelesaikan sebagian tugas2nya, sementara ia sendiri terkadang baru beranjak dari kasuir empuknya saaat matahari sudah meninggi.
Suatu ketika sahabatnya sdg tidak di rumah. Saat itu rasa penasarannya menggodanya utk mengetahui isi al Qur’an. Lalu ia beranikan diri membuka lembara2 al Qur’an favorit sahabatnya itu. Ketika ia buka yg tampak hy garis2 hitam yg entah apa artinya. Tetapi ketika ia membaca terjemahannya, di situlah ia menemukan petunjuk yg luar biasa. Ayat2 dlm surat al-Ikhlas seakan menghentaknya batinnya utk mengakui kebenaran konsep ketuhanan yg diajarkan kitab ditangannya. Keesokan paginya, ia meminta sahabatnya utk menuntunnya mengucapkan syahadat.
KARENA KEHIDUPAN PAGI ADALAH CIRI ORANG SHALIH
Tidur bagi manusia adalah sifat kesempurnaan. Orang yg tdk bias tdr berarti memiliki kekurangan, kesehatan fisiknya sdg terganggu. Tetapi memperpanjang jatah tidur juga bukan cirri manusia yg baik. Tidur berlama2 akan membuat badan terasa berat, membuang wkt scr percuma, mbentuk jiwa yg lalai dan malas, serta banyak hal negatif lainnya. Karena itu, hidup ini perlu keseimbangan.
Manusia terbaik di muka bumi ini adalah mereka yg beriman kpd Allah. Mrk yg mendisiplinkan wktnya, mengatur antara hak dan kewajibannya. Ketika malam tiba,mereka bersegara tidur spy dipenghujung malam bisa terbangun dan bercengkrama dengan keindahan dan kedamian pagi. Muawiyah bin Qurrah menirukan nasehat bapaknya ketika mereka sekeluarga telah melaksanakan shalat isya, “ Wahai anak2kum, tidurlah sekarang. Semoga Allah menganugerahkan kepada kalian kebaikan malam ini.”
Ada byk hal yg dilakukan orang 2 shalih di kala pagi. Setelah mereka mendirikan shalat malam, mereka duduk berdoa dan bermunajat “menagih” janji2 Allah, membaca dan mentadabburi al Qur’an. Fudhail bin Iyad pernah menceritakan, “Aku menjumpai suatu kaum yg malu kpd Allah di kegelapan malam karena kelamaan tidur. Pasalnya, mereka terbiasa hanya rebahan dan jika terjaga mereka berkata, “ini bukanlah untukmu, maka bangkitlah utk mengambil bagian mu di akhirat.”
Tidur bagi mereka hanyalah sisa waktu yg sangat dibatasi, dan melakukan amal2 ketaatan di pagi hari adalah bagian yg tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Kehilangan pagi, bagi mereka adalah kerugian yg bisa memunculkan banyak sekali dugaan keburukan. Sampai2 Ibnu Umar mengatakan, “Jika kami kehilangan seseorang pd sholat shubuh dan isya (di mesjid), kami mempunyai prasangka buruk kepadanya.”
KARENA ILMU-ILMU ALLAH TURUN PADA WAKTU PAGI
Seteiap fase waktu antara siang dan malam yg telah diberntang kan Allah utk kita, memiliki klasifikasi dan keistimewaan yg tak tergantikan dg fase2 waktu yg lain. Antara mencari nafkah, ibadadh, belajar dan beristirahat semua diatur oleh Allah. Hanya saja, kita terkadang tdk memahami hikmah di balik ketentuan2 itu, atau bahkan sengaja tdk mempedulikannya dg bermacam alasan, shg seringkali kita melakukan sesuatu yg tdk mendatangkan hasil maksimal, yg tentu saja hal itu akan merugiakan diri kita sendiri.
Rasulullah saw yg selalu mengajak ummatnya utk bangun sblm subuh, malaksanakan shalat sunnah dan shalat shubuh berjamaah, bukan tampa alasan. Ada hikmah yg mendalam dibaliknya. Diantaranya: berlimpahnya pahala dr Allah, kesegaran udara shubuh yg menyegarkan fisik,konsentrasi pikiran dan daya ingat yg kuat utk menyambut datangnya hikmah2 dan ilmu2 Allah SWT.
Ibnu Jarir Ath Thabari, misalnya, seperti diceritakan Al Khatib Al Baghdadi, selama empat puluh tahun dari usianya yg terakhir, ia mampu menulis sebanyak empat puluh halaman setiap hari. Yang istimewa, meskipun ia menulis artikelnya selepas dzhur hingga waktu ashar tiba. Tetapi murajaahnya akan ilmu serta ide2nya ia dapatkan dia awal2 subuh setelah menunaikan QL.
Kemuliaan pagi seta mudahnya akal menyerap ilmu di saat itu, pernah pula diingatkan Lukman Al Hakim kpd putranya, “Jgn sampai ayam jantan lebih cerdas drmu. Ia berkokok sblm fajar, sementara kamu masih mendekur tidur hingga matahari terbit.” (tafsir al Qurthubi).
KARENA PAGI TIDAK BERUBAH YG BERUBAH ADALAH KITA
Hingga sekarang mkn sdh tak terhitung lagi, sdh berapa kali pagi menyambangi kita. Suasananya tak pernah berubah, apgi yg dulu tetap tetap pagi yg sekarang, penuh kesejukkan dan kesegaran. Tp itulah kareakter waktu. Ia tdk berubah kecuali menentukannya lain atau masa yg telah ditentukan telah tiba, yg berarti keberlangsungan dunia ini akan segera berakhir.
Waktu memang terkadang menggilas kita. Tetapi tentu karena ulah kita sendiri yg sering lupa bahwa kita harus berubah, lebih dewasa, lebih berilmu, lebih beriman, dan lebih dekat kpd Allah SWT krn kualitas ibadah yg trs meningkat. Karena itu Rasullah mengingatkan kita, „Jgn sekali2 mencela waktu, karena sesungguhnya Allah Azza wa jala berfirman, „Akulah waktu itu.“ ( HR Ahmad)
Seorang salafushalih memberi nasehat, „beramalah utk diri kalian di malam gelap gulita ini. Krn sesunggunya org yg tertipu adalah orang yg tertipu oleh kebaikan siang dan malam. Orang yg terhalangi adalah orang yg tdk mampu utk memperoleh kebaikan yg ada pada keduanya. Ia merupakan jln kebaikan bg kaum muslimin utk mentaati Rabbnya, dan bencana bagi mereka yg melalaikan dirinya. Maka hidupkanlah diri kalian dengan selalu mengingat Allah.“
KARENA PAGI ADALAH SUMBER KEBERKAHAN
Kesegaran shubuh tidak hanya menemani kekhusyuan ibadah kita, atau mengiringi terkabulnya untaian doa dan munajat kita, atau mengasah ketajaman akal dan kemapuan berpikir kita, Tetapi kesegaran shubuh juga membuka pintu2 rezeki yg telah Allah hamparkan di hari itu.
Fatimah ra, pernah bercerita, “Ayahku lewat disampingku, sedang aku masih tebaring di waktu pagi. Lalu beliau berkata, „Wahai anakku, bangunlah, saksikan rezeki Tuhanmu dan jgnlah kamu termasuk org lalai krn Allah membagikan kpd hambaNYa, antara terbit fajar dengan terbit matahari.“ (HR Ahmad dan Baihaqi)
Nabi Daud membagi waktu hidupnya sehari utk urusan dunia dan sehari lagi utk urusan akhirat dg berpuasa dan beribadah.. Ketika harus memenuhi urusan dunianya, pagi2 sekali Nabi Daud sdh bangun, ia bersiap, lalu berangkat mencari nafkah.
Keberkahan shubuh bukan hanya pada rezeki. Rasulullah saw jika ingin mengirimkan tentaranya kemedan perang, dilepaskannya pada waktu pagi. Ketika hijrah ke Madinah pun beliau berangkat pada waktu pagi. Shakhar, seorang shahabat yg meriwatkan hadist diatas, adalah seorang saudagar. Jika dia ingin mengirimkan barang2 dagangannya, selalu ia lakukan pada pagi hari, dan itulah puncaknya Allah memberikan banyak kekayaan kepadanya.
Aisyah ra berkata, „ Rasulullah bersabda, „berpagi2 mencari rezeki, karena sesungguhnya berpagi2 itu membawa berkah dan menghasilkan kemenangan.“
***

SEBAB-SEBAB PERTOLONGAN ALLAH

Judul : SEBAB-SEBAB PERTOLONGAN ALLAH Q:S ( : 45 – 47)

Uraian :

Sebab-sebab turunnya pertolongan Allah menurut ayat ini adalah :

1. Berteguh hati (fatsbutuu’)
2. Banyak mengingat Allah (wadzkurullaha katsiiroon)
Dengan banyak mengingat Allah, maka Allah akan megningat kita. (Q.S. 3:191)

3. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya (wa athii’ullaha warrosuulah)
4. Janganlah berbantah-bantahan yang menyebabkan kita gentar dan hilang kekuatan (walaa tanaa ja uu’)
5. Sabar (washbiruu’)
6. Jangan menjadi orang yang angkuh (walaa bathoroo)
Orang yg dlm hatinya ada setitik kesombongan tidak akan mencium bau syurga.

RUKUN DA’WAH (Arkanudda’wah)

Judul : RUKUN DA’WAH (Arkanudda’wah)

Uraian :

Rukun Da’wah terdiri dari :
1. Al ‘ilmu
Dengan ilmu, kita mendapat gambaran ttg al-Islam (tashowwur islaam), melalui : ta’lim dan tabliig

2. At tarbiyyah
Yaitu pembelajaran yang kontinyu sampai tercapainya tujuan yaitu “berselera islam” (Assagshiyyatul islamiyyah)

3. Al jihad
Tujuannya adalah menegakkan ad-dien (iqoomatuddiin), melalui fase penataan (attandhiim)

Asy-syakhsiyatul mutaharik

Judul : Asy-syakhsiyatul mutaharik

Uraian :

“ .. janganlah kalian merasa telah memuliakan islamdengan masuknya kamu dalam islam tapi sesungguhnya nikmat Islam itu dari Allah…”

Asy-syakhsiyatul artinya pribadi
Mutaharik artinya bergerak

Cara untuk mencapai pribadi yang mutaharik adalah :
1. al-fahmu
Maksudnya adalah memahami al qur’an dan as sunnah. Parameter kepahaman kita terhadap al qur’an dan as sunnah adalah ‘KU TAHU APA YANG ALLAH MAU’ .
Tipps untuk menjaga agar kita selalu dekat dengan al qur’an :
- Luangkanlah waktu khusus untuk mentadabburi al-qur’an, minimal membaca terjemahannya. (selain tilawah, tentu saja )
- Atur waktu agar bisa secara rutin melaksanakannya.
- Begitu pula dengan hadist

2. ats-tsiqoh (kepercayaan)
Ke-tsiqoh-an kita harus kita berikan pada : Allah, Rasulullah, dan kaum mu’minin.
Ke-tsiqoh-an tertinggi kepada Allah ditandai dengan TAWAKKAL. Ketika keputusan Allah berlainan dengan keinginan kita, hati-hati jangan sampai kita menggugat keinginan Allah.
Ukuran ke-tsiqoh-an kepada Rasulullah adalah sejauh mana kita meng-APLIKASI-kan sunnah Rasul dalam kehidupan kita.
Parameter ke-tsiqoh-an kepada kaum mu’minin adalah HUSNUDZON. Bila ada informasi yang kurang baik mengenai saudara kita, maka kita harus tabayyun (konfirmasi).

3. al ‘amal
Beribadah, beramal, beraktivitas dengan orientasi ukhrowi “untuk mendapatkan ridlo Allah”

4. ad da’wah
Prinsip yang harus kita pegang adalah :
- Militansi kepada diri sendiri, artinya kita “memaksa” diri sendiri untuk melakukan kebaikan, tapi sebaliknya :
- Luwes terhadap orang lain, memaklumi orang lain.

Kekuatan Ruhiyah

Tempat : Magdeburg, 08.05.05
Materi : Kekuatan Ruhiyah
Oleh : Ust. Ahmad Sahal Hasan

Uraian :

Di dalam al-Qur’an bila tentang peribadatan, Allah menyatakan dirinya dengan AKU, hal ini mengandung arti bahwa ibadah itu tidak ada toleransi dalam tauhid. Artinya hanya kepada Allah lah kita beribadah.

Dalam hal-hal lain, misalnya tentang rezeki, penurunan hujan, dll Allah menggunakan kata KAMI. Ini mengandung arti bahwa :
• Allah melibatkan para malaikat dalam proses yang di maksud
• Sebagau bentuk pengagungan kepada Allah

Tujuan hidup kita adalah IBADAH
al-Qur’an 2:21 (dalam susunan mushaf, ini merupakan ayat pertama tentang perintah Allah) disebutkan :
„Hai manusia, sembuhlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa.“

Jadi kenapa kita harus beribadah? Karena Allah lah yang telah menciptakan kita dan bumi serata seisinya sebagai tempat hidup kita.
Taat kepada Allah jangan pikirkan apa manfaatnya dulu, tapi kerjakan dulu! Nanti akan terlihat apa hikmahnya..

Ibadah kepada Allah akam menguatkan ruhani kita. Melalui ibadah kita mempunyai hubungan yang kuat dengan Allah. Hubungan yang kuat dengan Allah ini lah yang membuat ruhani kita menjadi kuat.
Seorang mu’min yang mempunyai ruhani yang kuat kan mempunyai kepribadian yang seimbang..

Urusan seorang mu’min itu mudah :
Bila diberi KELAPANGAN dia BERSYUKUR
Bila diberi COBAAN dia bersabar
(al Hadist)

Keimanan kepada hari akhir juga akan membuat ruhani kuat, karena keimanan ini menimbulkan optimisme. Hari akhir juga sebagai bukti bahwa Allah itu ADIL, karena nanti akan ada peradilan Allah.

Kekutan ruhani bisa dicapai dengan kontinuitas ibadah
Hadist Qudsi :
Bila hambaKu mendekati aku dengan melaksanakan ibadah sunnah selain ibadah wajib, maka Aku akan mencintainya. Dan bila aku mencintainya maka Aku akan menjadi pendengarannya, penglihatannya, tanganya dan kakinya.
Maksudnya adalah : Allah alan menjaga dari berbuat penyimpangan, dengan demikian Ridho Allah didapatkan, dan Allahj masukkan ke dalam syurga.

Kenapa kita sulit khusyu dalam ibadah? Karena kita masih memandang ibadah sebagai kewajiban, sehingga terasa sebagai beban. Bila kita memandang ibadah sebagai kebutuhan, maka timbul kenikmatan dalam melaksanakannya.

Cara lain untuk mendapatkan kekuatan ruhani adalah dengan membahagiakan orang lain. Dalam hal ini orang paling berhak untuk kita bahagiakan adalah keluarga kita (suami dan anak).

Kesimpulan :
Kekuatan ruhani dapat dicapai dengan cara:
• Iman kepada Allah (Ketaqwaan)
• Iman kepada hari Akhir
• Kontinuitas ibadah (ritual)
• Ibadah sosial bahagiakan orang lain.

Seharusnya kita punya motto :
Kebahagian kita adalah bila kita dapat membahagian orang lain....

Tanya jawab :
1. Kenapa Allah menciptakan manusia? Untuk apa?
Al-Qur’an 21:23 : „Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuatNya, dan merekalah yang akan ditanyai“.
Apa Allah membuthkan manusia?apakah ada manfaatnya penciptaan manusia untuk Allah? Tidak ada! Lalu kenapa? Tanyakanlah pada diri sendiri!
Yang beruntung itu adlah kita sendiri, dengan syarat bila kita menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Hidup enak atau tidak, tergantung pada cara kita memandang. Positf thinking atau fnegativ thinking.

2. Mengapa ibadah kita ttidak meningkatkan ruhiyah kita
Berarti ada masalah dalam pelaksanaan ibadah kita!
Supaya ibadah meningkatkan ruhiyah kita:
• Berusaha merasakan bahwa kita butuh Allah, bhawa kita lemah, hina, hadirkan bahwa kita kerdil di hadapan Allah
• Hadirkan keagungan Allah
• Pahami bacaan dalam ibadah
• Ingat-ingat lah pengalaman ketika bisa khusyu dalam beribadah, kira-kira kondisi apa yang membuat kita bisa khusyu waktu itu.

3. Istri akan dilaknat Alah bila tidak memenuhi pangglian suaminya di tempat tidur. Apakah yang hal sama berlaku pula untuk suami?
Istri akan dilaknat bila menolak ajakan suami tersebut tanpa uzur.

HIZBUSY SYAITHOON

Judul : HIZBUSY SYAITHOON

Uraian :

’Alaa matu hizbusy syaithoon
Tanda-tanda golongan syaithon (Q.S. 58 : 19)

1. Dalam kekuasaan syaithon
Yaitu dalam : pikiran ( fikriyyah), ‘amaliyyah, dan minhaaj (pola hidup).
Karena itu jangan lupa meniatkan segalanya untuk beribadah kepada Allah.

2. Lupa berdzikir kepada Allah

***

“..Masuklah islam secara kaffah, janganlah mengikuti langkah-langkah syaithon..”
(Q.S. 2 :208)

Khuthuwaatisy syaithoon
Langkah-langkah syaithon:

1. was-was (Q:S. 114:4-5)
2. membuat lupa (Q.S. 18:63)
3. membuat indah (Q.S. 15: 39)
Membuat manusia memandang bai perbuatan-perbuatan maksiat di muka bumi.
Hati-hati dengan dosa kecil, jangan meremehkan !!

10 Rukun Baiat- Risalah Ta’alim

10 Rukun Baiat- Risalah Ta’alim

Marilah beraktivitas, wahai saudaraku yang berhati tulus!
Al Qur’an surat At Taubah ayat 105
Al Qur’an surat Al An’am ayat 153
Wahai ikhwan dan akhwat yang tulus … !

Rukun bai’at kita ada sepuluh:

1. Fahm ( Pemahaman )
2. Ikhlas
3. Amal ( Aktivitas )
4. Jihad
5. Tadhhiyah ( Pengorbanan )
6. Taat ( Kepatuhan )
7. Tsabat ( Keteguhan )
8. Tajarrud ( Kemurnian )
9. Ukhuwah
10. Tsiqah ( Kepercayaan )

Berikut ini penjelasan dari 10 rukun tersebut:
1. Fahm ( Pemahaman )
Yakin bahwa fikrah kita adalah `fikrah Islamiyah yang bersih`.Hendaknya memahami Islam sebagaimana memahaminya dalam batas-batas ushul al- ’isyrin (dua puluh prinsip) yang sangat ringkas ini :
1. Islam adalah sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana juga ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.

2. Al Qur’an yang mulia dan Sunah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk memahami hukum-hukum Islam. Memahami Al Qur’an sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab, tanpa takalluf (memaksakan diri) dan ta’assuf (serampangan). Kemudian memahami sunah yang suci melalui rijalul hadits (perawi hadits) yang terpercaya.

3. Iman yang tulus, ibadah yang benar dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah dihati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam) dan mimpi, ia bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya.

4. Jimat, mantera, guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara ghaib, dan semisalnya, adalah kemungkaran yang harus diperangi, kecuali mantera dari ayat Al Qur’an atau ada riwayat dari Rasulullah Saw.

5. Pendapat imam atau wakilnya tentang sesuatu yang tidak ada teks hukumnya, tentang sesuatu yang mengandung ragam interpretasi dan tentang sesuatu yang membawa kemaslahatan umum, bisa diamalkan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah umum syariat. Ia mungkin berubah seiring dengan perubahan situasi, kondisi dan tradisi setempat. Yang prinsip, ibadah itu diamalkan dengan kepasrahan total tanpa mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam urusan selain ibadah (adat istiadat), maka harus mempertimbangkan maksud dan tujuannya.

6. Setiap orang boleh diambil atau ditolak kata-katanya kecuali Al Ma’sum (Rasulullah) Saw. Setiap yang datang dari kalangan salaf dan sesuai dengan kitab dan sunah, kita terima. Jika tidak sesuai dengannya, maka Kitabullah dan Sunnah RasulNya lebih utama untuk diikuti. Namun demikian, kita tidak boleh melontarkan kepada orang-orang – oleh sebab sesuatu yang diperselisihkan dengannya – kata-kata caci maki dan celaan. Kita serahkan saja kepada niat mereka, dan mereka telah berlalu dengan amal-amalnya.

7. Setiap muslim yang belum mencapai kemampuan telaah terhadap dalil-dalil hukum furu’ (cabang), hendaklah mengikuti pemimpin agama. Meskipun demikian, alangkah baiknya jika – bersamaan dengan sikap mengikutnya ini – ia berusaha semampu yang ia lakukan untuk mencari dalil-dalilnya. Hendaknya ia menerima setiap masukan yang disertai dengan dalill selama ia percaya dengan kapasitas orang yang memberi masukan itu. Dan hendaklah ia menyempurnakan kekurangannya dalam hal ilmu pengetahuan jika ia termasuk orang pandai, hingga mencapai derajat pentelaah.

8. Khilaf dalam masalah fiqih furu’ (cabang) hendaknya tidak menjadi faktor pemecah belah dalam agama, tidak menyebabkan permusuhan dan tidak juga kebencian. Setiap mujtahid mendapatkan pahalanya. Semetara itu, tidak ada larangan melakukan studi ilmiah yang jujur terhadap persoalan khilafiyah dalam naungan kasih sayang dan saling membantu karena Allah untuk menuju kepada kebenaran. Semua itu tanpa melahirkan sikap egois dan fanatik.

9. Setiap masalah, yang amal tidak dibangun diatasnya, sehingga menimbulkan perbincangan yang tidak perlu adalah kegiatan yang dilarang secara syar’i. Misalnya memperbincangkan berbagai hukum tentang masalah yang tidak benar-benar terjadi, atau memperbincangkan makna ayat-ayat Al Qur’an yang kandungan maknanya tidak dipahami oleh akal pikiran, atau memperbincangkan perihal perbandingan keutamaan dan perselisihan yang terjadi diantara para sahabat (padahal masing-masing dari mereka memiliki keutamaannya sebagai sahabat Nabi dan pahala niatnya). Dengan ta’wil (menafsiri baik perilaku para sahabat) kita terlepas dari persoalan.

10. Ma’rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian (dzat)Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah Islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya, serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya, kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya tanpa ta’wil dan ta’thil, serta tidak memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah Saw dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. Al Qur’an surat Ali Imran ayat 7.

11. Setiap bid’ah dalam agama Allah yang tidak ada pijakannya tetapi dianggap baik oleh hawa nafsu manusia, baik berupa penambahan maupun pengurangan, adalah kesesatan yang wajib diperangi dan dihancurkan dengan menggunakan cara yang sebaik-baiknya, yang tidak justru menimbulkan bid’ah lain yang lebih parah.

12. Perbedaan pendapat dalam masalah Bid’ah idhafiyah (bid’h penambahan) misalnya berdzikir dengan suara yang keras. Secara hukum, dzikir itu masyru’(disyariatkan), tetapi mengeraskan suara itu tidak masyru’. Oleh karenanya, ini merupakan amalan yang bid’ah ditinjau dari caranya. Bid’ah tarkiyah (bid’ah penolakan) misalnya praktek sebagian orang tasawwuf yang meninggalkan makanan yang hukumnya halal dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan menyiksa diri. Praktek begini termasuk bid’ah, karena mengharamkan sesuatu yang sebenarnya halal. Dan iltizam (membuat peraturan-peraturan bagi ibadah yang bersifat mutlak, misalnya membaca secara rutin adzkar pada setiap malam jum’at dengan bilangan tertentu) terhadap ibadah mutlaqah (yang tidak ditetapkan, baik cara maupun waktunya) adalah perbedaan dalam masalah fiqih. Setiap orang mempunyai pendapat sendiri. Namun tidaklah mengapa jika dilakukan penelitian untuk mendapatkan hakekatnya dengan dalil dan bukti.

13. Cinta kepada orang-orang yang shalih, memberikan penghormatan kepadanya, dan memuji karena perilaku baiknya adalah bagian dari taqarrub kepada Allah Swt. Sedangkan para wali adalah mereka yang disebut dalam firman-Nya, “Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka itu bertaqwa”. Karamah pada mereka itu benar terjadi jika memenuhi syarat-syarat syar’inya. Itu semua dengan suatu keyakinan bahwa mereka – Semoga Allah meridhoi mereka – tidak memiliki madharat dan manfaat bagi dirinya, baik ketika masih hidup maupun setelah mati, apalagi bagi orang lain.

14. Ziarah kubur – kubur siapa pun – adalah sunah yang disyariatkan dengan cara-cara yang diajarkan Rasulullah Saw. Akan tetapi, meminta pertolongan kepada penghuni kubur siapapun mereka, berdoa kepadanya, memohon pemenuhan hajat (baik dari jarak dekat maupun dari kejauhan), bernadzar untuknya, membangun kuburnya, menutupinya dengan satir, memberikan penerangan, mengusapnya (untuk mendapatkan barakah), bersumpah dengan selain Allah dan segala sesuatu yang serupa dengannya adalah bid’ah besar yang wajib diperangi. Juga janganlah mencari ta’wil (pembenaran) terhadap berbagai perilaku itu, demi menutup pintu fitnah yang lebih parah lagi.

15. Do’a apabila diiringi tawasul kepada Allah dengan salah satu makhluk-Nya adalah perselisihan furu’ menyangkut tata cara berdo’a, bukan termasuk masalah aqidah.

16. Istilah (keliru) yang sudah mentradisi (misalnya praktek ribawi dalam kehidupan ekonomi yang sudah dikemas dengan berbagai istilah, sehingga mengesankan hokum boleh dan wajar) tidak mengubah hakekat hukum syar’inya. Akan tetapi, ia harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan syariat itu, dan kita berpedoman dengannya. Disamping itu, kita harus berhati-hati terhadap istilah yang menipu (misalnya prinsip bahwa Islam sangat peduli dengan kaum dhu’afa, sering dijadikan hujjah bagi orang yang ingin mengatakan bahwa sosialisme itu juga Islami), yang sering digunakan dalam pembahasan masalah dunia dan agama. Ibrah itu ada pada esensi dibalik suatu nama, bukan pada nama itu sendiri.

17. Aqidah adalah pondasi aktivitas; aktivitas hati lebih penting daripada aktivitas fisik. Namun, usaha untuk menyempurnakan keduanya merupakan tuntutan syariat, meskipun kadar tuntutan masing-masing berbeda.

18. Islam itu membebaskan akal pikiran, menghimbaunya untuk melakukan telaah terhadap alam, mengangkat derajat ilmu dan ulamanya sekaligus dan menyambut hadirnya segala sesuatu yang melahirkan maslahat dan manfaat. “Hikmah adalah barang yang hilang milik orang yang beriman (mukmin). Barangsiapa mendapatkannya, ia adalah orang yang paling berhak atasnya“.

19. Pandangan syar’i dan pandangan logika memiliki wilayahnya masing-masing yang tidak dapat saling memasuki secara sempurna. Namun demikian, keduanya tidak pernah berbeda (selalu beririsan) dalam masalah qath’i (absolut). Hakikat ilmiah yang benar tidak mungkin bertentangan dengan kaidah-kaidah syariat yang tsabitah (jelas). Sesuatu yang zhanni (interpretable) harus ditafsirkan agar sesuai dengan yang qath’i. Jika yang berhadapan adalah dua hal yang sama-sama zhanni, maka pandangan yang syar’i lebih utama untuk diikuti sampai logika mendapatkan legalitas kebenarannya, atau gugur sama sekali.

20. Kita tidak mengkafirkan seorang muslim yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat, mengamalkan kandungannya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya, baik karena lontaran pendapat maupun karena kemaksiatannya, kecuali jika ia mengatakan kata-kata kufur, mengingkari sesuatu yang telah diakui sebagai bagian penting dari agama, mendustakan secara terang-terangan Al Qur’an, menafsirkannya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab, atau berbuat sesuatu yang tidak mungkin diinterpretasikan kecuali dengan tindakan kufur.
“Al Qur’an adalah dustur kami dan Rasul adalah Qudwah kami“.
2. Ikhlas
Ikhlas adalah Seorang muslim dalam setiap kata-kata, aktivitas dan jihadnya semua harus dimaksudkan semata-mata untuk mencari ridho Allah dan pahala-Nya, tanpa mempertimbangkan aspek kekayaan, penampilan, pangkat, gelar, kemajuan atau keterbelakangan. Dengan itulah ia menjadi tentara fikrah dan aqidah, bukan tentara kepentingan dan ambisi pribadi.
Al Qur’an surat Al An’am ayat 162-163
Slogan abadinya adalah Allah tujuan kami, Allah maha besar segala puji bagi-Nya.
3. Amal ( Aktivitas )
Amal (Aktivitas) adalah merupakan buah dari ilmu dan keikhlasan.
Al Qur’an surat At Taubah ayat 105
Tingkatan amal yang dituntut dari seorang akh yang tulus adalah :
a. Perbaikan diri sendiri, sehingga menjadi orang yang kuat fisiknya, kokoh akhlaknya, luas wawasannya, mampu mencari penghidupan, selamat aqidahnya, benar ibadahnya, pejuang bagi dirinya sendiri, penuh perhatian akan waktunya, rapi urusannya dan bermanfaat bagi orang lain.
b. Pembentukan keluarga muslim, dengan mengkondisikan keluarga agar menghargai fikrahnya, menjaga etika Islam dalam setiap aktivitas kehidupan rumah tangganya, memilih istri yang baik dan menjelaskan padanya hak dan kewajibannya, mendidik anak dan pembantunya dengan didikan yang baik serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam.

c. Bimbingan masyarakat, dengan menyebarkan dakwah, memerangi prilaku yang kotor dan munkar, mendukung prilaku utama, amar ma’ruf, bersegera mengerjakan kebaikan, menggiring opini umum untuk memahami fikrah islamiyah dan mencelup praktek kehidupan dengannya terus-menerus.

d. Pembebasan tanah air dari setiap penguasa asing (non Islam) baik secara politik, ekonomi maupun moral.

e. Memperbaiki keadaan pemerintah, sehingga menjadi pemerintah Islam yang baik sehingga dapat memainkan perannya sebagai pelayan umat dan bekerja demi kemaslahatan mereka. Pemerintah Islam yaitu anggotanya terdiri dari kaum muslimin yang menunaikan kewajiban Islam, tidak terang-terangan dengan kemaksiatan dan konsisten menerapkan hukum serta ajaran Islam. Sifat yang dibutuhkan yaitu rasa tanggung jawab, kasih sayang kepada rakyat, adil terhadap semua orang, tidak tamak terhadap kekayaan Negara dan ekonomis dalam penggunaannya. Kewajiban yang harus ditunaikan yaitu menjaga keamanan, menerapkan undang-undang, menyebarkan nilai-nilai ajaran, mempersiapkan kekuatan, menjaga kesehatan, melindungi keamanan umum, mengembangkan investasi dan menjaga kekayaan, mengokohkan mentalitas serta menyebarkan dakwah. Haknya jika kewajiban telah ditunaikan yaitu loyalitas dan ketaatan serta pertolongan terhadap jiwa dan hartanya. Tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam bermaksiat kepada Khaliq.

f. Mempersiapkan seluruh asset negeri di dunia untuk kemaslahatan umat Islam dengan membebaskan seluruh negeri, membangun kejayaannya, mendekatkan peradabannya dan menyatukan kata-katanya sehingga dapat mengembalikan tegaknya kekuasaan khilafah yang telah hilang dan terwujudnya persatuan yang diimpi-impikan bersama.

g. Penegakkan kepemimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam di seantero negeri. QS. Al Baqoroh : 193, At Taubah : 32, Yusuf : 21.
4. Jihad
Jihad adalah sebuah kewajiban yang tetap hukumnya hingga hari kiamat. “Barangsiapa mati, sementara ia belum pernah berperang atau berniat untuk berperang, ia mati dalam keadaan jahiliyah. Peringkat pertama jihad adalah pengingkaran dengan hati dan peringkat terakhirnya adalah perang di jalan Allah sedang diantara keduanya terdapat jihad dengan lisan, pena, tangan dan kata-kata yang benar di hadapan penguasa yang zalim. QS. Al Hajj : 78. Jihad adalah jalan kami.
5. Tadhhiyah ( Pengorbanan )
Tadhhiyah / Pengorbanan adalah pengorbanan jiwa, harta, waktu, kehidupan dan segala sesuatu yang dipunyai seseorang untuk meraih tujuan. QS. At Taubah : 111, At Taubah : 24. “Jika engkau semua taat, niscaya Allah memberimu balasan yang baik”. Gugur di jalan Allah adalah setinggi-tinggi cita-cita kami.
6. Taat ( Kepatuhan )
Taat / Kepatuhan adalah menjalankan perintah dan merealisasikannya dengan serta merta, baik dalam keadaan sulit maupun mudah, saat bersemangat maupun malas. Karena tahapan dakwah ada tiga yaitu :
a. Ta’rif yaitu penyebaran fikrah Islam di tengah masyarakat dengan sistem kelembagaan. Urgensinya adalah kerja social bagi kepentingan umum, medianya adalah nasehat dan bimbingan sekali waktu dan membangun berbagai tempat yang berguna di waktu yang lain juga berbagai media aktivitas lainnya.
b. Takwin yaitu melakukan seleksi terhadap anasir positif untuk memikul beban jihad dan untuk menghimpun berbagai bagian yang ada. Sistem dakwah pada tahapan ini tasawwuf murni dalam tataran ruhani dan bersifat militer dalam tataran operasional. Slogannya : Perintah dan taat, tanpa ragu dan bimbang. Tahapan dakwah ini bersifat khusus tidak dapat dikerjakan oleh seseorang kecuali yang memiliki kesiapan secara benar untuk memikul beban jihad yang panjang masanya dan berat tantangannya. Slogannya totalitas ketaatan.
c. Tanfidz yaitu jihad tanpa kenal sikap plin-plan, kerja terus menerus untuk menggapai tujuan akhir serta kesiapan menanggung cobaan dan ujian yang tidak mungkin bersabar atasnya kecuali orang-orang yang tulus.
7. Tsabat ( Keteguhan )
Tsabat / Keteguhan adalah senantiasa bekerja sebagai mujahid di jalan yang mengantarkan pada tujuan, betapa pun jauh jangkauannya dan lama waktunya, sehingga bertemu dengan Allah dalam keadaan meraih kemenangan atau syahid di jalan-Nya. QS. Al Ahzab : 23. Waktu bagi kita adalah bagian dari solusi. Setiap sarana dakwah kita membutuhkan kesiapan yang baik, penetapan waktu yang tepat dan pelaksanaan yang cermat semua itu dipengaruhi oleh waktu. QS. Al Isra’ : 51.
8. Tajarrud ( Kemurnian )
Tajarrud / Kemurnian adalah membersihkan pola pikir dari berbagai prinsip nilai lain dan pengaruh individu, karena ia adalah setinggi-tinggi dan selengkap-lengkap fikrah. QS. Al Baqarah : 138, Mumtahanah : 4. Manusia dalam pandangan akh yang tulus adalah salah satu dari enam golongan yaitu muslim yang pejuang, muslim yang duduk-duduk, muslim pendosa, dzimmi atau mu’ahid (orang kafir yang terikat oleh perjanjian damai), muhayid (orang kafir yang di lindungi) atau muharib (orang kafir yang memerangi).
9. Ukhuwah
Ukhuwah adalah terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh-kokohnya ikatan dan semulia-mulianya. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan, perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran. Tidak ada persatuan tanpa cinta kasih. Minimal cinta kasih adalah kelapangan dada dan maksimal adalah itsar (mementingkan orang lain dari diri sendiri). QS. Al Hasyr : 9. Ibarat sebuah bangunan yang satu mengokohkan yang lain. “orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan, sebagian mereka menjadi pelindung bagi lainnya.
10. Tsiqah ( Kepercayaan )
Tsiqah / Kepercayaan adalah rasa puasnya seorang tentara atas komandannya, dalam hal kapasitas kepemimpinan maupun keikhlasannya, dengan kepuasan mendalam yang menghasilkan perasaan cinta, penghargaan, penghormatan dan ketaatan. QS. An Nisa : 65. Pemimpin adalah unsur penting dakwah, tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kadar kepercayaan antara pemimpin dan pasukan menjadi neraca yang menentukan sejauhmana kekuatan system jamaah, ketahanan khithahnya, keberhasilannya mewujudkan tujuan dan ketegarannya menghadapi berbagai tantangan. “Maka lebih utama bagi mereka, ketaatan dan perkataan yang baik”. Kepemimpinan dalam dakwah menduduki posisi orang tua dalam hal ikatan hati, posisi guru dalam hal fungsi pengajaran, posisi syekh dalam aspek pendidikan ruhani dan posisi pemimpin dalam aspek penentuan kebijakan politik secara umum bagi dakwah.
Berikut adalah untuk mengetahui sejauhmana kepercayaan dirinya terhadap kepemimpinan yang ada :
a. Apakah sejak dahulu ia mengenal pemimpinnya, apakah pernah mempelajari riwayat hidupnya?
b. Apakah ia percaya kepada kapasitas dan keikhlasannya?
c. Apakah ia siap menganggap semua instruksi, yang diputuskan oleh pemimpin untuknya, tanpa maksiat tentu sebagai instruksi yang harus dilaksanakan tanpa reserve, tanpa ragu, tanpa ditambah dan tanpa dikurangi, dengan keberanian memberi nasehat dan peringatan untuk tujuan yang benar?
d. Apakah ia siap untuk menganggap dirinya salah dan pemimpinnya benar, jika terjadi pertentangan antara apa yang diperintahkan pemimpin dan apa yang ia ketahui dalam masalah-masalah ijtihadiyah yang tidak ada teks tegasnya dalam syariat?
e. Apakah ia siap untuk meletakkan seluruh aktivitas kehidupannya dalam kendali dakwah? Apakah dalam pandangannya pemimpin memiliki hak untuk mentarjih (menimbang dan memutuskan) antara kemaslahatan dirinya dan kemaslahatan secara umum?
QS. Al Anfal : 63
Iman kepada bai’at ini mengharuskan kita untuk menunaikan kewajiban-kewajiban berikut sehingga menjadi batu-bata yang kuat bagi bangunan :
1. Hendaklah memiliki wirid harian dari kitabullah tidak kurang dari satu juz. Usahakan untuk menghatamkan Al Qur’an dalam waktu tidak lebih dari sebulan dan tidak kurang dari tiga hari.
2. Hendaklah membaca Al Qur’an dengan baik, memperhatikannya dengan seksama dan merenungkan artinya. Hendaknya juga mengkaji sirah Nabi dan sejarah para salaf sesuai dengan waktu yang tersedia.Hendaknya juga membaca hadits Rasul Allah saw., minimal hafal 40 hadits, ditekankan pada Al Arba’in An Nawawiyah. Dan hendaknya juga mengkaji risalah tentang pokok-pokok aqidah dan cabang-cabang fiqih.
3. Hendaklah bersegera melakukan general check up secara berkala atau berobat, begitu penyakit terasa. Perhatikanlah faktor-faktor penyebab kekuatan dan perlindungan tubuh dan hindarilah factor-faktor penyebab lemahnya kesehatan.
4. Hendaklah menjauhi berlebihan dalam mengkonsumsi kopi, teh dan minuman perangsang semisalnya. Jangan meminum kecuali dalam keadaan darurat dan hindari rokok.
5. Hendaklah memperhatikan urusan kebersihan dalam segala hal, menyangkut : tempat tinggal, pakaian, makanan, badan dan tempat kerja karena agama ini dibangun di atas dasar kebersihan.
6. Hendaklah jujur dalam berkata dan jangan sekali-kali berdusta.
7. Hendaklah menepati janji, jangan mengingkarinya, betapa pun kondisi yang dihadapi.
8. Hendaklah berani dan tahan uji. Keberanian yang paling utama adalah terus-menerus dalam mengatakan kebenaran, ketahanan menyimpan rahasia, berani mengakui kesalahan, adil terhadap diri sendiri dan dapat menguasainya dalam keadaan marah sekalipun.
9. Hendaklah senantiasa bersikap tenang dan berkesan serius. Namun jangan keseriusan itu menghalangimu dari canda yang benar, senyum dan tawa.
10. Hendaklah memiliki rasa malu yang kuat, berperasaan sensitif, peka terhadap kebaikan dan keburukan yakni munculnya rasa bahagia untuk yang pertama dan rasa tersiksa untuk yang kedua. Hendaklah rendah hati tanpa menghina diri, bersikap taklid dan terlalu berlunak hati. Hendaklah engkau menuntut dari orang lain lebih rendah dari martabatmu untuk mendapatkan martabatmu yang sesungguhnya.
11. Hendaklah bersikap adil dan benar dalam memutuskan suatu perkara, pada setiap situasi. Janganlah kemarahan melalaikanmu untuk berbuat kebaikan, janganlah mata keridhoan engkau pejamkan dari perilaku yang buruk, janganlah permusuhan membuatmu lupa dari pengakuan jasa baik dan hendaklah engkau berkata benar meskipun itu merugikanmu atau merugikan orang yang paling dekat denganmu.
12. Hendaklah menjadi pekerja keras dan terlatih dalam menangani aktivitas sosial. Hendaklah merasa bahagia jika dapat mempersembahkan bakti untuk orang lain, gemar membesuk orang sakit, membantu orang yang membutuhkan, menanggung orang yang lemah, meringankan beban orang yang terkena musibah meskipun hanya dengan kata-kata yang baik dan senantiasa bersegera berbuat kebaikan.
13. Hendaklah berhati kasih, dermawan, toleran, pemaaf, lemah lembut baik kepada manusia maupun binatang, berperilaku baik dalam berhubungan dengan semua orang, menjaga etika-etika sosial Islam, menyayangi yang kecil dan menghormati yang besar, memberi tempat kepada orang lain dalam majelis, tidak memata-matai, tidak menggunjing, tidak mengumpat, meminta izin jika masuk maupun keluar rumah, dan lain-lain.
14. Hendaklah pandai membaca dan menulis, memperbanyak menelaah terhadap risalah Ikhwan, koran, majalah dan tulisan lainnya. Hendaklah membangun perpustakaan khusus, seberapa pun ukurannya, konsentrasi terhadap spesifikasi keilmuan dan keahlianmu jika engkau seorang spesialis, menguasai persoalan Islam secara umum, penguasaan yang membuatnya dapat membangun persepsi yang baik untuk menjadi referensi bagi pemahaman terhadap tuntutan fikrah.
15. Hendaklah memiliki proyek usaha ekonomi betapapun kayanya engkau, utamakan proyek mandiri betapapun kecilnya dan cukupkanlah apa yang ada pada dirimu betapa pun tingginya kapasitas keilmuanmu.
16. Janganlah terlalu berharap untuk menjadi pegawai negeri, jadikanlah ia sesempit-sempit pintu rezeki. Namun jangan ditolak jika diberi peluang untuk itu. Janganlah melepaskannya, kecuali jika ia benar-benar bertentangan dengan tugas-tugas dakwahmu.
17. Hendaklah memperhatikan penunaian tugas-tugasmu, bagaimana kualitasnya dan kecermatannya, jangan menipu dan hendaklah menepati kesepakatan.
18. Hendaklah memenuhi hakmu dengan baik dan memenuhi hak-hak orang lain dengan sempurna, tanpa dikurangi dan berlebihan, janganlah pula menunda-nunda pekerjaan.
19. Hendaklah menjauhkan judi dengan segala macamnya, betapapun maksud di baliknya.Hendaklah menjauhi mata pencaharian yang haram, betapapun keuntungan besar yang ada di baliknya.
20. Hendaklah menjauh dari riba dalam setiap aktivitasmu, dan sucikan ia dari riba sama sekali.
21. Hendaklah memelihara kekayaan umat Islam secara umum dengan mendorong berkembangnya pabrik-pabrik dan proyek-proyek ekonomi Islam. Hendaknya juga menjaga setiap keping mata uang agar tidak jatuh ke tangan orang non Islam dalam keadaan bagaimanapun. Jangan berpakaian dan jangan makan kecuali dari produk negerimu yang Islam.
22. Hendaklah memiliki kontribusi finansial dalam dakwah, tunaikan kewajiban zakatmu dan jadikan sebagian dari hartamu itu untuk orang yang meminta dan orang yang kekurangan, betapapun kecil penghasilanmu.
23. Hendaklah menyimpan sebagian dari penghasilanmu untuk persediaan masa-masa sulit, betapa pun sedikit dan jangan sekali-sekali menyusahkan dirimu untuk mengejar kesempurnaan.
24. Hendaklah bekerja semampu yang bisa dilakukan untuk menghidupkan tradisi Islam dan mematikan tradisi asing dalam setiap aspek kehidupanmu. Misalnya ucapan salam, bahasa, sejarah, pakaian, perabot rumah tangga, cara kerja dan istirahat, cara makan dan minum, cara datang dan pergi, serta gaya melampiaskan rasa suka dan duka. Hendaknya menjaga sunah dalam setiap aktivitas tersebut.
25. Hendaklah memboikot peradilan-peradilan setempat atau seluruh peradilan yang tidak Islami. Demikian juga gelanggang-gelanggang, penerbitan-penerbitan, organisasi-organisasi, sekolah-sekolah dan segenap institusi yang tidak mendukung fikrahmu secara total.
26. Hendaklah senantiasa merasa diawasi oleh Allah, mengingat akhirat dan bersiap-siap untuk menjemputnya, mengambil jalan pintas untuk menuju ridha Allah dengan tekad yang kuat, mendekatkan diri kepadanya dengan ibadah sunah seperti shalat malam, puasa tiga hari minimal setiap bulan, memperbanyak dzikir (hati dan lisan) dan berusaha mengamalkan doa yang diajarkan pada setiap kesempatan.
27. Hendaklah bersuci dengan baik dan usahakan untuk senantiasa dalam keadaan berwudhu di sebagian besar waktumu.
28. Hendaklah shalat dengan baik dan senantiasa tepat waktu dalam menunaikannya. Usahakan untuk senantiasa berjamaah di masjid jika itu mungkin dilakukan.
29. Hendaklah berpuasa Ramadhan dan berhaji dengan baik, jika engkau mampu melakukannya. Kerjakan sekarang juga jika engkau telah mampu.
30. Hendaklah senantiasa menyertai dirimu dengan niat jihad dan cinta mati syahid. Bersiaplah untuk itu kapan saja kesempatannya tiba.
31. Hendaklah senantiasa memperbaharui taubat dan istighfarmu, berhati-hatilah terhadap dosa yang kecil, apalagi dosa yang besar. Sediakan untuk dirimu beberapa saat sebelum tidur untuk introspeksi diri terhadap apa-apa yang telah engkau lakukan, yang baik maupun yang buruk. Perhatikan waktumu, karena waktu adalah kehidupan itu sendiri. Jangan pergunakan ia sedikit pun tanpa guna dan janganlah ceroboh terhadap hal-hal yang syubhat agar tidak jatuh ke dalam kubangan yang haram.
32. Hendaklah berjuang meningkatkan kapasitasmu dengan sungguh-sungguh agar engkau dapat menerima tongkat kepemimpinan. Hendaklah menundukkan pandanganmu, menekan emosimu dan memotong habis selera-selera rendah dari jiwamu, bawalah ia hanya untuk menggapai yang halal dan baik, dan hijabilah ia dari yang haram dalam keadaan bagaimanapun.
33. Hendaklah jauhi khamer dan seluruh makanan atau minuman yang memabukkan sejauh-jauhnya.
34. Hendaklah menjauhkan diri dari pergaulan dengan orang jahat dan persahabatan dengan orang yang rusak, serta jauhilah tempat-tempat maksiat.
35. Hendaklah perangi tempat-tempat iseng, jangan sekali-kali mendekatinya dan hendaklah jauhi gaya hidup mewah dan bersantai-santai.
36. Hendaklah mengetahui anggota katibahmu satu persatu dengan pengetahuan yang lengkap, juga kenalkan dirimu kepada mereka dengan selengkapnya. Tunaikan hak-hak ukhuwah mereka dengan seutuhnya. Hak kasih sayang, penghargaan, pertolongan dan itsar. Hendaklah senantiasa hadir di majelis mereka dan tidak absen, kecuali karena udzur darurat, dan pegang teguhlah sikap itsar dalam pergaulanmu dengan mereka.
37. Hendaklah hindari hubungan dengan organisasi atau jamaah apapun sekiranya hubungan itu tidak membawa maslahat bagi fikrahmu, terutama jika diperintahkan untuk itu.
38. Hendaklah menyebarkan dakwahmu di mana pun dan memberi informasi kepada pemimpin tentang segala kondisi yang melingkupimu. Janganlah berbuat sesuatu yang berdampak strategis, kecuali dengan seizinnya. Hendaklah senantiasa menempatkan dirimu sebagai `tentara yang berada di tangsi, yang tengah menanti instruksi komandan.
Prinsip-prinsip ini dalam lima slogan :
Allah ghayatuna (Allah adalah tujuan kami), Ar Rasul qudwatuna (Rasul adalah teladan kami), Al Qur’an syir’atuna (Qur’an adalah undang-undang kami), Al Jihad sabiluna (Jihad adalah jalan kami) dan Syahadah umniyyatuna (Mati syahid adalah cita-cita kami). Terhimpun dalam berbagai kata berikut : kesederhanaan, tilawah, shalat, keprajuritan dan akhlak. QS. Ash Shaff : 10-14.